BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap negara memiliki wilayah kedaulatan
sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri
atas daratan atau tanah tetapi juga perairan dan wilayah udara. Secara rinci
bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah
dibawahnya, wilayah perairan, dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa.
Kedaulatan
terhadap wilayah suatu negara adalah
mutlak, namun untuk dapat mengadakan hubungan antar negara, Wilayah perairan
dan wilayah udara memiliki keistimewaan sehingga dikenal adanya Hukum Laut dan
Hukum Udara. Berbeda dengan wilayah Laut yang memiliki hak lintas damai,
wilayah udara suatu negara merupakan kedaulatan
dari negara yang berada di bawahnya. Untuk
dapat melintas berlaku juga lintas damai namun tidak secara mutlak karena harus
memperoleh izin dari negara yang
kedaulatannya dilalui oleh pesawat atau yang dikenal dengan azas Cabotage.
Hukum Udara, adalah hukum yang mengatur obyek udara, telah dikenal
sejak jaman Romawi, dengan adanya Prinsip ”Cuius est solum, eius est usque
ad coelum” (yang memiliki tanah, memiliki juga udara diatasnya sampai ke
langit), persoalan yang sering diperdebatkan adalah masalah kedaulatan di ruang
udara, terutama antara mereka yang berpendapat bahwa ” ruang udara adalah
bebas” dan antara mereka yang berpendapat bahwa ”negara masing-masing berdaulat
diruang udara diatasnya”.
Dalam hal ini soal jarak sama sekali tidak memainkan
peranan melindungi wilayah negara, Dalam era teknologi canggih dewasa ini,
karena bahaya yang dapat ditimbulkan dari penerbangan pesawat asing di atas
wilayah suatu negara terhadap keamanan nasional negara lain adalah sama, lepas
dari ketinggian terbangnya pesawat asing tersebut maka perlu adanya pengaturan
di ruang udara atau Hukum Udara.(http://lapan.go.id)
Otto Riese dan Jean T.Lacour dalam buku
mereka ”Precis de Droit Aerien” menyebutkan Hukum udara adalah seluruh
norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan, pesawat-pesawat terbang dan
ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan, maka
rasanya Hukum Penerbangan merupakan istilah yang tepat. Namun Hukum udara dapat
ditafsirkan sebagai segala peraturan hukum yang mengatur obyek tertentu yaitu
udara. (E. Suherman, 1983:5)
Hukum Penerbangan baru timbul ketika manusia mengarungi
udara dan erat kaitannya dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam lapangan
tehnik penerbangan, terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang
dunia II. Pengembangan penerbangan yang ditata dalam satu kesatuan sistem,
dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsurnya yang
terdiri dari prasarana dan sarana penerbangan, peraturan-peraturan, prosedur
dan metoda sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdayaguna,
berhasil guna serta dapat diterapkan.
Penerbangan yang pertama kali dilakukan
tanggal 17 Desember 1903, di Amerika, oleh Orville Wright dan saudaranya
Wilbur, ini merupakan penerbangan pertama yang dilakukan oleh manusia dalam
sejarah dunia. Penerbangan dengan pesawat yang mampu mengangkut manusia, mampu
tinggal landas dengan tenaganya sendiri untuk melakukan penerbangan penuh dan
bergarak maju tanpa kecepatannya berkurang, dan kemudian mampu mendarat dengan
selamat. (Achmad Moegandi, 1996:41-42)
Dalam
sejarah, penerbangan pertama kali di Indonesia terjadi pada tanggal 19 Febuari
1913 ketika J.W.E.R. Hilgers, seorang Belanda, melakukan penerbangan di atas
kota Surabaya dengan sebuah pesawat fokker. Peristiwa tersebut ternyata bukan
hanya merupakan penerbangan pertama, tetapi juga peristiwa kecelakaan pertama
yang terjadi di Indonesia, karena pada hari itu pesawat yang ditumpangi Hilgers
jatuh di desa Baliwerti, dekat Surabaya. (R.J. Salatun,1950:72)
Sesuai
dengan peran dan fungsi penerbangan yang sangat penting terutama ditinjau dari
segi politik, ekonomi dan kedaulatan negara, telah menyebabkan perkembangan
yang sangat pesat terhadap dunia penerbangan. Perkembangan ini tidak hanya
dalam jumlah pesawat udara tetapi juga dalam jumlah perjanjian antar negara
(bilateral) untuk membuka jalur penerbangan.
Pentingnya
peraturan tentang penerbangan negara-negara di dunia melahirkan
Konvensi-Konvensi Internasional tentang penerbangan sipil Internasional
diantaranya Convention Relating to The Regulation of Air Navigation (Paris
Convention 1919), Convention on International Civil Aviation (Chicago
Convention 1944), Convention for The Unification of Certain Rules
Relating to International Carriage by Air 1929 (Warsawa Convention 1929)
dan Convention on Damage Caused by Foreing Aircraff to third Parties on
Surface (Roma Convention 1952)
Masalah yang mungkin timbul karena adanya penerbangan
internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan negara-negara
yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah. Dalam
penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat akan
melibatkan berbagai pihak, diantaranya negara pesawat (state of registry),
negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat
pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International
Civil Aviation). Dari kecelakaan tersebut maka timbul hak dan kewajiban
dari pihak-pihak yang terlibat. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan
kewenangan dan tanggung jawab negara-negara. Maka oleh karena itu maka
dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan
tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio
berkomunikasi atau memberikan informasi.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dari penulisan makalah ini adalah:
a.
Bagaimana
Prosedur Pendaftaran Dan Kebangsaan Pesawat Terbang?
b.
Bagaimana
perubahan sertifikat pesawat ?
c.
Bagaimanakah
Tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran ?
d.
Apa
saja sumber-sumber hukum penerbangan di
Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PROSEDUR
PENDAFTARAN PESAWAT
1. PESAWAT UDARA SIPIL
Setiap pesawat yang telah didaftarkan akan diberikan
Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R) dan akan tercatat
dalam daftar pesawat udara sipil. Semua daftar pesawat udara sipil yang terdaftar
di Indonesia sesuai pasal 9 UU No. 15/1992 harus dirawat oleh Dirjen Perhubungan Udara.
Daftar tersebut meliputi beberapa hal,
yaitu :
Ø Nomor sertifikat pendaftaran
Ø Tanda kebangsaan dan tanda
pendaftaran
Ø Nama/sebutan pesawat menurut
manufaktur pembuat pesawat
Ø Nomor seri/serial number pesawat
udara
Ø Nama Pemilik
Ø Alamat pemilik
Ø Nama operator terdaftar
Ø Alamat operator
Ø Tanggal pendaftaran dan masa berlaku
Ø Jenis penggunaan pesawat udara
Pesawat yang Didaftarkan.
Pesawat udara yang dapat didaftarkan di Indonesia jika
pesawat tersebut : Dimiliki dan dioperasikan oleh orang-orang yang berhak
menjadi pemilik pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia. Yang diijinkan
untuk dapat memiliki pesawat udara dan didaftarkan di Indonesia adalah :
1.
Warga
Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia,
2.
Warga
Negara Asing atau badan hukum asing dan pesawat dioperasikan oleh warga Negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakainannya minimal
dua tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa
guna usaha atau bentuk perjanjian lainnya,
3.
Instansi
Pemerintah,
4.
Lembaga
tertentu yang diijinkan oleh Pemerintah,Pesawat tidak terdaftar di Negara lain.
Semua pajak dan pembayaran telah terselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Semua pajak dan pembayaran telah terselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Telah
bersertifikat dan dilengkapi dengan peralatan sesuai peraturan yang berlaku
menurut jenis penggunaan pesawat tersebut.
Sebagaimana
yang telah disebutkan didalam peraturan penerbangan Republik Indonesia pasal
25 Undang-Undang No 1 tahun 2009 yang
berbunyi:
‘’Pesawat
udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Tidak
terdaftar di negara lain; dan
b. Dimiliki
oleh warga negara indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
c. Dimiliki
oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga
negara indonesia atau badan hukum indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya
minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu perjanjian;
d. Dimiliki
oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara tersebut
tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
e. Dimiliki
oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai
oleh badan hukum indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum
yang disepakati para pihak untuk kegiatan. penyimpanan, penyewaan, dan/atau
perdagangan pesawat udara.”
Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R).
Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R)
merupakan bukti pendaftaran suatu pesawat udara, C o R ini berlaku selama 3
tahun dan dapat diperpanjang. C o R berwarna kuning dan pada bagian belakangnya
terdapat cuplikan Undang-Undang Penerbangan yang mengatur masalah pendaftaran
pesawat udara
2. PENDAFTARAN PESAWAT UDARA
Pemilik pesawat udara yang akan mendaftarkan pesawat
udaranya di Indonesia, diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
Persyaratan Tahap Pertama
a.
Mengajukan
permohonan pendaftaran pesawat udara (Form KU-011 DGAC)
b.
Menyerahkan
salinan surat ijin pengadaan pesawat/helicopter,
c.
Menyerahkan
salinan bukti kepemilikan pesawat udara (missal : bill of sale, perjanjian jual
beli, dll).
d.
Menyerahkan
salinan surat serah terima (acceptance letter),
e.
Menyerahkan
salinan surat pembatalan pendaftaran dari Negara asal bila pesawat tersebut
sebelumnya telah didaftarkan atau surat pemberitahuan bahwa pesawat belum
didaftarkan,
f.
Menyerahkan
Airwortness Certificate fir Export,
g.
Menyerahkan
rencana penempatan tanda pendaftaran di pesawat, rencana warna, hiasan dan
ukuran-ukurannya,
h.
Menyerahkan ijin operasi (bagi operator baru),
i.
Pesawat
telah memenuhi persyaratan import pesawat terbang.
2.
Persyaratan Tahap Kedua
Persyaratan
ini dipenuhi bila pesawat telah didaftarkan di Indonesia, yaitu :
a.
Menyerahkan
salinan bebas bea cukai,
b.
Menyerahkan salinan Surat ijin penggunaan frekuensi
radio (radio permit),
c.
Menyerahkan
salinan bukti asuransi pesawat,
3.
Special Permit untuk Sertifikat Pendaftaran
Special permit berlaku sebagai sertifikat pendaftaran
sementara bila pemilik belum dapat menyerahkan persyaratan tahap kedua, tetapi
telah memenuhi persyaratan tahap pertama dan telah dinyatakan lolos. Masa
berlaku special permit adalah 2 bulan dan dapat diperpanjang bila pemilik belum
juga dapat menyerahkan persyaratan tahap kedua.
4.
Surat Tanda Pendaftaran Sementara
Surat tanda pendaftaran dapat diterbitkan sebagai pengganti
special permit bila pemilik pesawat telah menyerahkan radio permit dan bukti
asuransi namun belum menyerahkan bukti bebas bea cukai (dengan catatan tidak
mendapatkan peringatan dari bea cukai). Surat tanda pendaftaran sementara ini
berlaku 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 tahun kemudian.
B. PERUBAHAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN
1.
Perubahan Pemilik atau Alamat Pemilik
Apabila terdapat perubahan pemilik pesawat udara, maka C of
R dari pesawat tersebut dinyatakan batal dan pemilik lama pesawat harus
menyerahkan kembali kepada Dirjen Perhubungan Udara dengan disertai
pemberitahuan pergantian pemilik atau alamat dengan disertai nama pemilik dan
alamat lengkap yang baru. Untuk keperluan pendaftaran pesawat udara, maka
Dirjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan C of R bagi pesawat tersebut atas
nama pemilik dan alamat yang baru.
2.
Pesawat Tidak Dipergunakan Selamanya
Bila pesawat tidak akan dipergunakan lagi selamanya (misal
hancur atau sebab lainnya), maka pemilik harus memberitahukan pembatalan dari
penggunaan pesawat tersebut dan menyerahkan kembali C of R ke Dirjen
Perhubungan Udara. Pesawat tersebut akan dihapus dari daftar pesawat udara
sipil Indonesia.
3. Penggantian Sertifikat Pendaftaran
Jika terjadi sertifikat pendaftaran hilang, rusak, sobek
atau lainnya, maka Dirjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan kembali salinan
(duplikat) Sertifikat Pendaftaran hingga masa berlaku sertifikat asli habis.
Berdasarkan
asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh
mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda
tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum
keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu
antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek).
Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan
melalui ketentuan Mortgage.
Ketentuan
mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU
No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan
pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang.
Dalam Pasal 9
UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia
wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat
terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang
Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan
dan syarat dibawah ini :
- Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;
- Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya;
- Dimiliki oleh instansi pemerintah;
- Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah.
Secara khusus
ketentuan mengenai pendaftaran pesawat terbang Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dan pendaftaran pesawat terbang sipil diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Selain tanda
pendaftaran Indonesia , sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 UU Penerbangan,
pesawat terbang dan helikopter yang akan dioperasikan di Indonesia wajib pula
mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Tanda kebangsaan Indonesia dimaksud hanya
akan diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda
pendaftaran Indonesia. Persyaratan dan tata cara memperoleh dan mencabut tanda
kebangsaan Indonesia bagi pesawat terbang dan helikopter dan jenis-jenis
tertentu dari pesawat terbang dan helikopter yang dapat dibebaskan dari
kewajiban memiliki tanda kebangsaan Indonesia, akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
Dengan
diterapkannya pendaftaran terhadap Pesawat Terbang, maka memberikan sifat hak
kebendaan yang kuat kepada pemilik dan hak itu mengikuti bendanya ditangan
siapapun benda itu berada. Dalam praktek, hal ini memberikan perlindungan yang
kuat kepada pemilik, karena pemilik dapat mempertahankan haknya terhadap
khalayak umum (publik).
Dengan
demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang
dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang
pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan
kebangsaan Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 15
tahun 1992 tentang Penerbangan yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :
a) Pesawat
terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan
Indonesia dapat dibebani Hipotek.
b) Pembebanan
Hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus didaftarkan.
c) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendaftaran hipotek pesawat udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
C. TANDA
KEBANGSAAN DAN TANDA PENDAFTARAN
Setiap pesawat udara harus diberi tanda pengenal (Identification
Mark). Tanda pengenal tersebut terdiri dari tanda kebangsaan (Nationality
Mark) dan tanda pendaftaran (Registration Mark). Penulisan dan
penempatan nationality dan registration mark ini harus seijin
Dirjen Pehubungan Udara dan tidak boleh diubah tanpa ijin. Penulisan tanda
kebangsaan dan tanda pendaftaran ini harus :
- Ditulis dengan huruf Roman capital, tidak ada hiasan (ornament) atau apapun yang dapat mempengaruhi pembacaan,
- Diberi warna yang kontras dan jelas dengan warna dasar pesawat,
- Dapat dan mudah terlihat,
- Dituliskan pada pesawat dengan cat tahan panas, atau dibubuhkan pada benda yang ditempelkan (removable material) bila :
- Merupakan tanda kebangsaan dan pendaftaran sementara,
- Pesawat akan dikirim ke luar negri yang mana akan diganti,
- Untuk keperluan khusus.
Identitas merek
Tanda kebangsaan (Nationality Mark ) untuk Indonesia
adalah PK, dan dilanjutkan dengan tiga huruf tanda pendaftaran (Registration
Mark). Antara tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran dipisahkan dengan tanda
hubung (hyphen). Tidak diperbolehkan menambahkan huruf atau tanda apapun
sebelum dan sesudah huruf PK, kecuali untuk keperluan tanda
pendaftaran.
Penempatan
Tanda Kebangsaan dan Pendaftaran
1.
Pesawat Fixed Wing aircraft
Tanda
pengenal ditempatkan :
- Sekali di permukaan atas sayap kanan,
- Sekali di permukaan bawah sayap kiri,
- Pada masing-masing permukaan luar dari fuselage atau pada vertical tail surface.
2.
Selain Fixed Wing Aircraft
a.
Rotorcraft :
1) Pada permukaan bawah fuselage,
dengan bagian atas tulisan ada pada sebelah kiri,
2) Pada masing-masing
permukaan samping dari fuselage.
b.
Airship :
Tanda pengenal ditempatkan pada daerah kiri dan kanan hull
atau stabilizer sebelah luar.
c.
Spherical Ballon :
Tanda pengenal harus diperagakan pada dua tempat yang
bertentangan, ditempatkan pada dekat lingkaran balon paling besar.
d.
Non- Spherical Ballon :
Tanda pengenal ditempatkan pada tiap sisi luar dari balon,
ditempatkan pada daerah yang terbesar dari balon atau diatas tempat pengikat
kabel-kabel keranjang.
3.
Non Conventional Aircraft
Jika rancangan dari pesawat tidak wajar, sehingga ketentuan
diatas tidak bias diperagakan, maka tanda pengenal diperagakan pada tempat yang
disetujui oleh Dirjen Perhubungan Udara.
Ukuran
Dari Tanda Pengenal
1.
Umum
a. Menggunakan huruf Roman (A B C…)
atau angka (1 2 3…) tanpa ornamen atau hiasan apapun,
b. Lebar dari huruf, termasuk tanda
hubung adalah 2/3 dari tinggi huruf, kecuali huruf I dan angka 1,
c. Huruf, angka dan tanda hubung dibuat
dengan warna utuh (blok) dengan tebal huruf 1/6 dari tinggi,
d. Tiap karakter mempunyai jarak
minimal 11/4 dari lebar huruf atau tiap karakter dipisahkan minimal 1/6 dari
tinggi huruf.
2.
Fixed Wing Aircraft :
a. Tinggi huruf pada wing tidak kurang
dari 50 cm,
b. Tinggi huruf pada fuselage
atau vertical stabilizer tidak kurang dari 30 cm,
c. Semua tulisan dituliskan pada jarak
minimal 5 cm dari sisi tepi.
3.
Rotorcraft :
a. Tanda pengenal dituliskan sebesar
mungkin tetapi tidak boleh melebihi struktur pada helikopter,
b. Tinggi huruf pada wing tidak
kurang dari 50 cm,
c. Tinggi huruf pada fuselage
atau vertical stabilizer tidak kurang dari 15 cm.
4.
Airships and Ballons :
a.
Tinggi huruf minimal 50 cm.
5.
Non-Conventional Aircraft :
Dituliskan dengan ukuran yang disetujui oleh Dirjen Perhubungan
Udara.
Ukuran Tanda pengenal
Identification
Plate
Dibuat dari logam tahan api (fireproof), ditempatkan
di daerah yang mudah terlihat (biasanya dekat pintu masuk). Identification
Plate berisikan informasi tentang operator, model pesawat, registration
mark, serial number pesawat, dan nomor pendaftaran. Tulisan pada Identification
Plate ini di grafir.
disclaimer:
Peraturan tentang registration mark ada di CASR 45, silahkan merujuk pada
dokumen terbaru dari Departemen Perhubungan yang mungkin lebih update
C. SUMBER-SUMBER HUKUM PENERBANGAN DI
INDONESIA
1. Undang-undang dan
peraturan-peraturan penerbangan yang nasional dalam arti dibuat oleh pembuat
undang-undang nasional.(Undang-Undang No 15 Tahun 1992 dan Perubahan
Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia.No. Km.26 tahun 2001, PP No 71 Tahun 1996 dan
peraturan pelaksana lainnya seperti tentang kebandar udaraan, keselamatan penerbangan lalu lintas
udara, angkutan udara, tekhnik perawatan pesawat udara.dll )
2. Perjanjian-perjanjian internasional
sebagai sumber hukum udara dan hukum penerbangan tidak dapat kita abaikan juga
di Indonesia. Misalnya ordonansi pengangkutan udara yang sebagaimana dikatakan
diatas merupakan salah satu peraturan penerbangan yang terpenting adalah
berdasarkan,kalau kita hendak dikatakanhampir merupakan turunan semata-mata
dari pada perjanjian warsawa yaitu perjanjian yang lebih dikenal dengan nama
warsa convenstion (Statuta Mahkamah Internasional Pasal 38. Perjanjian
Internasional, Kebiasaan Internasional (International
Costums), Prinsip-Prinsip Hukum Umum, Doktrin, Yurisprudensi, Dan Sumber
Hukum Udara Internasional Terdiri Dari Perjanjian Multilateral, Perjanjian
Bilateral, (Bilateral Air Transport
Agreement) dll. )
3. Sebagai sumber hukum penerbangan
ketiga di Indonesia persetujuan-persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu
organisasi internasional, dalam man tergabung sebagian besar dari pada
pengangkutan-pengangkutan udara seluruh dunia ang besar-besar, maka IATA (International Air Transport Association)
mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
4. Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan.
Telah menjadi suatu pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu
pengetahuan merupakan suatu sumber hukum.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap
negara memiliki wilayah kedaulatan sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara
sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga
perairan dan wilayah udara. Secara rinci bagian-bagian dari wilayah suatu
negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah dibawahnya, wilayah perairan,
dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa.
Masalah yang mungkin timbul karena adanya penerbangan
internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan negara-negara
yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah. Dalam
penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat akan
melibatkan berbagai pihak, diantaranya negara pesawat (state of registry),
negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat
pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International
Civil Aviation). Dari kecelakaan tersebut maka timbul hak dan kewajiban
dari pihak-pihak yang terlibat. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan
kewenangan dan tanggung jawab negara-negara. Maka oleh karena itu maka
dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat
asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi
atau memberikan informasi.
B.
Saran
Pentingnya peraturan tentang penerbangan
negara-negara di dunia melahirkan Konvensi-Konvensi Internasional tentang
penerbangan sipil Internasional diantaranya Convention Relating to The
Regulation of Air Navigation (Paris Convention 1919), Convention
on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944), Convention
for The Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air
1929 (Warsawa Convention 1929) dan Convention on Damage Caused by
Foreing Aircraff to third Parties on Surface (Roma Convention 1952), kami rasa
pesawat itu perlu menerapkan ini semua demi maskapai yang damai, dan nyaman.
Pemerintah seyogyanya memperhatikan permasalahan
ini, karena kebutuhan akan penggunaan pesawat terbang dalam perkembangannya
dewasa ini sudah bukan merupakan hal yang exclusive,
namun sudah merupakan kebutuhan primer bagi mobilitas umat manusia, sehingga
pembiayaan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha air traffic carrier
sangat terbuka luas dan memberikan tantangan peluang usaha kedepan. Sehingga
pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang
tata cara pengikatan pesawat terbang dan helikopter.
Demikian pula
untuk pelaku usaha perbankan di tanah air, agar segera mendapatkan
kepastian dalam mengakomodir tantangan dan peluang kedepan dalam melakukan
pembiayaan terhadap usaha air traffic carrier sehingga kedepan tidak
ada hambatan regulasi untuk membiayai kredit jasa air traffic carrier tersebut.
LAMPIRAN CONTOH :
LAMPIRAN
CONTOH :
DAFTAR PUSTAKA
BUKU_BUKU :
Mieke Komar Kontaatmadja.1989.Hukum Udara Dan Angkasa. Remaja Karya.Bandung.
Suherman. 1978 . Hukum Udara Indonesia dan Internasional. Alumni Bandung.
Junaidi Indrawadi, 2006. Hukum Internasional. Proyek Sitem Penyusunan Program Pedoman Dan Penerbangan. Jakarta.
Mieke Komar Kontaatmadja.1989.Hukum Udara Dan Angkasa. Remaja Karya.Bandung.
Suherman. 1978 . Hukum Udara Indonesia dan Internasional. Alumni Bandung.
Junaidi Indrawadi, 2006. Hukum Internasional. Proyek Sitem Penyusunan Program Pedoman Dan Penerbangan. Jakarta.
BLOGER WEB’s :
International Civil Aviation Organization (ICAO) Hari Selasa 1 November
2011 ; Jam 20.33 WIB.
IlmuTerbang. Com Hari Rabu 2
November 2011; 19.12 Wib.
PERUNDANG_UNDANGAN :
Undang-undang NO 1 Tahun 2009. Tentang Penerbangan.
Undang –undang No 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
Peraturan pemerintah No 3 tahun 2001.