A. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional
Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi
warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang
romawi. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku
bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar
atau dikenal dengan Ius Gentium. Yang dimaksud dengan Ius Gentium adalah
hukum yang berlaku antara orang Romawi dan bukan Romawi. Ius Gentium
kemudian berkembang lagi menjadi Ius Publicum dan Ius Privatum. Ius
Publicum inilah yang berkembang sekarang ini menjadi Hukum
Internasional, sedangkan Ius Privatum berkembang menjadi Hukum Perdata
Internasional (HPI).
Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi), pada
masa ini merupakan masa dimana kekaisaran romawi ditaklukkan oleh orang
“barbar”, sehingga ius civile tidak berguna, yang dipergunakan adalah
asas personal dan hukum agama (tribal laws). Kemudian pada masa ini juga
tumbuh beberapa kaedah HPI yang didasarkan pada asas personal yang
diuraikan sebagai berikut:
1) Dalam sengketa hukum: hukum pihak tergugat
2) Dalam perjanjian: huku personal masing-masing pihak
3) Pewarisan: hukum dari transferor (yang mewariskan)
4) Peralihan hak milik: hukum dari transferor
5) Perbuatan melawan hukum: hukum dari pihak yang melanggar hukum
6) Perkawinan: hukum suami
Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas
teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Setelah mealui masa 300 tahun
pertumbuhan asas personal semakin sulit dipertahankan mengingat
terjadinya transformasi dalam masyarakat sehingga keterikatan lebih
didasarkan pada kesamaan wilayah tempat tinggal (teritorial). Proses
transformasi terjadi di dua kawasan Eropa dengan perbedaan yang
mencolok. Di Eropa Utara (Jerman, Perancis, Inggri), masyarakata berada
di bawah kekuasaan tuan tanah (feodalistik) dan tidak terdapat tempat
bagi pengakuan terhadap kaidah hukum asing (HPI). Sedangkan di Eropa
Selatan (Italia, Milan, Bologna), merupakan kota perdagangan dan
perselisihan yang ada di antara pedagang yang berasal dari luar
diselesaikan dengan kaedah HPI.
Kemudian masih pada tahap III ini, diletakkan dasar bagi HPI modern
dengan prinsip teritorial. Lex Rei Sitae (Lex Situs), yaitu perkara
tentang benda tidak bergerak dimana hukum yang digunakan adalah hukum
dimaan benda tersebut berada. Lex Dominicili, mengatur tentang hak dan
kewajiban dimana hukum yang digunakan adalah hukum dari tempat seorang
berkediaman. Lex Contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian
hukum yang berlaku yaitu hukum dari tempat perbuatan perjanjian
Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15
sesudah masehi). Tingginya intensitas perdagangan di italia menimbulkan
persoalan tentang pengakuan hak asing dalam wilayah suatu kota. Asas
teritorial tidak dapat menjawab semua masalah yang timbul, sehingga
dibutuhkan adanya ketentuan hukum (statuta). Pencetus Teori Statuta
adalah Bartlus (Bapak HPI), yang menyatakan bahwa upaya yang dilakukan
menetapakan asas-asas untuk menentukan wilayah berlaku setiap aturan
hukum (statuta). Dalam teori statuta terdapat istilah Statuta
personalia, yaitu mengenai kedudukan hukum/ status personal orang.
Berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap, melekat dan berlaku
atas mereka dimanapun mereka berada. Kemudian juga dikenal istilah
Statuta Realia yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa koa yang
memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut.
Selain itu juga ada Statuta Mixta yang berlaku di dalam wilayah
kekuasaan penguasa kota yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang
datang ke kota tersebut.
B. Defenisi Hukum Perdata Internasional
Menurut Van Brakel dalam buku “Grond en beginselen van nederland
internationaal privatrecht” menyatakan bahwa internationaal privatrecht
is a national recht voor internationale recht verhouding geschreven.
Maksudnya bahwa HPI adalah hukum nasional yang ditulis (diadakan) untuk
hubungan-hubungan hukum internasional. Sedangkan menurut Prof. DR. S.
Gautama. S.H. HPI adalah keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang
menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang
merupakan hukum jika hubungan-hubungan atau peristiwa antar warga negara
pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan
stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua atau lebih negara yang
berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
Berdasarkan pendapat kedua ahlil tersebut, dapat disimpulkan bahwa HPI
adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI
adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan
atau peristiwa-peristiwanya. Contohnya adalah kasus pernikahan antar
warga negara satu dengan warga negara lain. Masalah-masalah pokok yang
dibahas dalam HPI adalah sebagai berikut:
1) Hakim/ badan hukum peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan
perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing. (chioce of
yuridiction) merupakan hukum acara dalam HPI
2) Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan maasalah HPI (the appropriate legal system)
3) Sejauh mana suatu peradilan harus memperahatikan dan mengakui putusan hukum asing (recognition of foreign judgements)
Luas lingkup HPI menurut negara yang pertama, HPI merupakan
Rechtstoepassingrecht/ choice of law (paling sempit). Artinya, istilah
HPI terbatas pada masalah-masalah hukum mana yang diberlakukan. Contoh:
negara Jerman, negara Nederland. Kedua, HPI adalah choice of law +
choice of juridiction (lebih luas). Maksudnya, mengenai hukum mana yang
berlaku ditambah dengan kompetensi wewenang hakim untuk mengadili
perkara yang bersangkutan. Contoh: negara Anglo Saxon, Inggris, dan
Amerika Serikat. Ketiga, HPI merupakan choice of law + chioce of
juridiction + condition des estranges (lebih luas). Maknanya, mengenai
hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang
asing. Contoh: Italia dan Spanyol. Keempat, HPI adalah choice of law +
chioce of juridiction + condition des estranges + natonalite (terluas).
Artinya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim +
status orang asing + kewarganegaraan. Contoh: Perancis.
C. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional
Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Sumber hukum
materil, dalam pengertian dasar berlakunya hukum apa atau sebabnya hukum
mengikat dan biasanya terletak di luar bidang hukum. Sedangkan sumber
hukum formil, dalam pengertian dimana terdapatnya ketentuan-ketentuan
hukum yang mengatur tentang persoalan yang konkrit dalam bentuk
tertulis. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-undang pokok
Agraria, Undang-undang penanaman modal asing, dan Undang-undang
penanaman modal dalam negeri. Undang-undang kewarganegaraan Republik
Indonesia no.62 tahun 1958, diatur dalam pasal 1 undang-undang
kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran, yaitu:
-
Karena kelahiran dari seseorang warga negara Indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e)
-
Berdasarkan kelahiran di wilayah Republik Indonesia jika masih dipenuhi syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h)
Dalam undang-undang juga diatur siapa saja yang menjadi warganegara:
-
Mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan undang-unadng/ peraturan/ perjanjian yang terlebih dahulu berlaku
-
Menentukan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang :
-
Pada waktu lahir, mempunyai hubungan kekeluargaan dengans eorang warga negara Indonesia.
-
Lahir dalam waktu 200 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya adalah warga negara Indonesia.
-
Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tua tidak diketahui.
-
Memperoleh kewarganegaraan menurut undang-undang no. 62 tahun 1958.
Undang-undang pokok agraria (undang-undang no. 5 tahun 1960), diatur
dalam pasal 1 undang-undang pokok agraria, yaitu seluruh wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bengsa Indonesia. Pasal 9, hanya warga negara Indonesia
yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan
ruang angkasa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa: Hak milik atas
tanah, hanya warganegara Indonesia yang boleh memiliki milik atas tanah
sedangkan orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas
tanah. Hak pasal 55:2, badan hukum asing hanya dapat memperoleh hak
guna usaha dan hak guna bangunan jika diperbolehkan oleh undang-undang
yang mengatur pembangunan nasional.
Undang-undang penanaman modal asing (undang-undang no.1 tahun 1967),
diatur dalam pasal 2 undang-undang modal asing dapat berupa:
-
Milik orang asing, modal asing sebagai milik orang asing, merupakan
milik warga negara asing yang dimasikkan dari luar negeri kedalam
wilayah Indonesia
-
Dapat merupakan milik badan hukum asing yang menjadikan modal badan hukum Indonesia, maksud badan hukum Indonesia:
-
Badan hukum menurut hukum Indonesia
-
Berkedudukan di Indonesia
Dalam undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) unsur asing juga
diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumber HPI.
Undang-undang penanaman modal dalam negeri (undang-undang no. 6 tahun
1968), diatur dalam pasal 1 undang-undang PMDN yaitu: “Modal dalam negeri adalah bagian dari pada kekayaan masyaraka
tIndonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara
atau swasta nasional atau swasta asing berdomisili di Indonesia yang
digunakan untuk menjalankan suatu usaha...”
-
Pasal (2): pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri terdirid dari perorangand an badan hukum yang berlaku di Indonesia
-
Dalam undang-undang PMDN unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumbar HPI
D. Hubungan Hukum Perdata Internasional dengan Bidang Hukum Lain
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana
yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu
yang berbeda golongan. HAG tidak banyak terdapat di negara-negara yang
sudah merdeka, hanya pada negara jajahan dan bekas jajahan. Istilah
golongan menunjukkan adanya perbedaan hukum karena golongan rakyat yang
berbeda, pribadi yang berbeda, orang dan golongan yang berbeda. Ruang
lingkup HAG pada masa penjajahan bersifat nasional mengatur hukum antar
ras, antar suku bangsa, dan antar golongan etnis. Kemudian, pada alam
kemerdekaan sifat nasional berganti menjadi internasional. Persoalan HAG
bergeser menjadi persoalan HPI dengan ruang lingkup hubungan
warganegara antar negara. Selain itu, hubungan HPI dengan Hukum
Internsional adalah sebagai berikut:
1) HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan
internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu
kaedah-kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum
internasional yang berlaku
2) Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk
dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan
masyarakat internasional dari masa-kemasa
3) Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan
dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama
internasional melalui organisasi internasional
4) Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia,
mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga
semakin banyak
5) Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan
privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata
rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional
6) Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar
berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional
Hubungan HPI dengan perbandingan hukum dapat dilihat dari bagan berikut:
E. Titik Pertalian/ Titik Taut
Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya
Belanda: Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis:
Points de Rettachment. Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan
yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu
peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu
negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer,
merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan
hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang
menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan.
Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan
dilihat secara keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik
pertalian sekunder (TPS dan Titik pertalian lain, sekaligus daapt
dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal yang sekaligus dapat
merupakan TPP dan TPS. Titik pertalian yang lain adalah sebagai berikut:
1) Tempat letaknya benda
2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus)
3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum
5) Maksud para pihak
6) Tempat diajukan proses perkara
Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk
mengetahui suatu persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita
lihat dalam HAG TPP disebut juga titik taut pembeda.
1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor
yang melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah
dengan warga negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak
yang bersangkutan merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu
dipertautkan.
2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat
menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia,
sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala
tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia
3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan
persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara
x, menikah dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y,
karena domisilinya berbeda maka menimbulkan masalah HPI
4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu
badan hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga
melahirkankaidah hukum
5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh:
seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan
dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa
Hukum Indonesia yang akan berlaku.
Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Titik pertalian kumulatif
a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing
b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan
2) Titik pertalian alternatif
3) Titik pertalian pengganti
4) Titik pertalian tambahan
5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut)
Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan)
daripada titik pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan
hukum asing, dan kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua,
titik pertalian Alternatif, terdapat lebih dari satu titik pertalian
yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah satu daripada dua atau
lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku. Karena itu disebut
titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik
taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat
terkait dengan titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian
accesoir, perincian lebih jauh adalah yang dinamakan titik pertalian
accesoir. Penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum
yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh: perjanjian reasuransi
ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok.
F. Prinsip Domisili/Kewarganegaraan
Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia
menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status
personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum
nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil
seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dalam hal
ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan, yang akan diterangkan sebagai
berikut:
1) Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara
tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2) Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan
lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak
demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status personil
memerlukan stabilitas sebanyak mungkin
3) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili
seseorang, arena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih
pasti adri negara yang bersangkutan
b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili. Hukum domisili adalah
hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup, dimana seseorang sehari-hari
sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulah yang
dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip kewarganegaraan
seringkali emerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata prinsip
kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu
prinsip-prinsip domisili. Contoh: apabila terdapat perbedaan
kewarganegaraan dalam satu keluarga dimana suami istri berbeda,
kewaganegaraan anak-anak bisa punya kewarganegaraan berbeda tergantung
domisili (terutama setelah perceraian). Hukum domisili seringkali sama
dengan hukum sang hakim. Dalam banyak hal, hukum domisili ini juga
bersamaan adanya dengan hukum sang hakim. Cocok dengan negara dengan
pluralisme hukum. Hukum domisili adalah satu-satunya yang dapat
dipergunakan dengan baik dalam negara yang struktr hkumnya tidak mengeal
persatuan hukum. Domisili menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak
dapat dilaksanakan
Negara-negara dengan prinsip kewarganegaraan/domisili dapat dilihat dalam tabel:
KEWARGANEGARAAN DOMISILI
Perancis, belgia, luxemburg, monaco, belanda, rumania, finlandia,
jerman, yunani, hungaria, montenegro, polandia, portugal, spanyol,
swedia, turki, iran, tiongkok, jepang, kostarika, republik dominika,
equador, haiti, honduras, mexico, panama, venezuela Semua negara-negara
inggris yang menganut “common law”, scotlandia, afrika selatan, quebec,
denmark, norwegia, iceland, negara-negara amerika latin, argentina,
brazilia, guatemala, nicaragua, paraguay, peru
Prinsip umum tentang kewarganegaraan adalah pertama, Asas kelahiran (ius
soli), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentkan oleh tempat kelahiran.
Contoh: Ad1. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak
berkewarganegaraan X. Kedua, Asas keturunan (ius sanguins),
kewarganegaraan berdasarkan kketurunan daripada orang yang bersangkutan.
Contoh: Ad2. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak
berkewarganegaran Y. Mengenai kewarganegaraan di Indonesia, berdasarkan
undang-unadang, kewarganegaraan menggunakan prinsip nasionalitas. Diatur
dalam pasal 1 udang-undang kewarganegaraan, kewarganegaraan diperoleh
dengan kelahiran yaitu: Karena kelahiran dari seseorang warga negara
indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e), dan
berdasarkan kelahiran di wilayah republik indonesia jika masih dipenuhi
lain syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h). Dapat juga dengan domisili di
wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang ada.
Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua
kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan.
Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam
peraturan kewarganegaraan. Apabila suatu negara menganut asas kelahiran
dan negara lain menganut asas keturunan. Contoh: orang tau A cina (ius
sanguins) (tinggal di indonesia lebih dari 20 tahun) maka menurut
undang-undang kewarganegaraan dianggap sebagai warganegara melahirkan di
indonesia, maka anaknya punya dua kewarganegaraan. Cara mencegah
bipartide dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral,
misalnya antara indonesia dengan cina. Undang-undang no.2 tahun 1958
dimana dalam waktu 20 hari sejak (20-1-1960 s/d 10-1-1962) orang yang
berstatus dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan melepaskan
yang lain.
Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contoh:
terjadinya pencabutan kewarganegaraan, kelahiran anak dengan orang tua
ius solli di negara ius sangins. Apartide dapat terjadi karena orang tua
menganut ius solli, melahirkan anak do negara yang menagnut ius
sanguins, maka anak yang dilahirkan apartide. Cara mencegah dapat
dilakukan dengan mengguakan titik taut pengganti untuk menentukan
kewarganegaraan yang digunakan sebagai faktor yang menentukan hukum yang
harus diperlukan. Pemakaian hukum domisili atau kediaman, dan pemakaian
kewarganegaraan terakhir.
G. Renvoi
Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI sehingga tak
ada keseragaman cara-cara menyelesaikan masalah-masalah HPI. Salah satu
persoalan penting berkenaan dengan status personil yang ditentkan
berdasarka prinsip domisili dan nasionalitas. Berhubungan dengan adanya
dua sistem ini maka timbullah masalah renvoi. Renvoi adalah penunjukan
oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh
kaidah HPI lex fori. Renvoi terjadi pada gesamtverweisung yaitu apabila
kaidah lex fori menunjuk ke arah suatu sistem asing, dalam arti
keseluruhan termasuk kepada kaidah HPI nya. Renvoi terbagi dua. Pertama,
penunjukan kearah kaidah-kaidah hukum intern (sachnormen) dari suatu
sistem hukum tertentu, penunjkan ini dinamakan sachnormverwiesung.
Kedua, penunjukan ke arah keseluruhan sistem hukum ertentu termasuk
kaidah-kaidah HPI (kallisionsormen) dari sistem hukum tersebut.
Penunjukan ini dinamakan gesamtverweisung.
Dalam HPI dikenal 2 jenis single renvoi, Remmisin (penunjukan kembali)
yaitu proses renvoi oleh kaedah-kaedah HPI asing kembali ke arah lex
fori. Dan Transmission (penunjukan lebih lanjut), yaitu proses renvoi
oleh kaidah HPI asing ke arah suatu sistem hukum asing lain. Contoh
kasus renvoi FORGO CASE (1879) misalnya adalah Forgo seorang warganegara
Bavaria (jerman), dia menetap di Perancis sejak 5 tahun tanpa
memperoleh domisili di Perancis. Kemudian dia meninggal di Perancis
tanpa testamen. Forgo anak di luar nikah, ia meninggalkan benda-benda
bergerak di perancis. Kemudian tuntutan atas pembagian hartanya diajukan
oleh saudara kandungnya di pengadilan Perancis.
H. Ketertibam Umum dan Penyelundupan Hukum
Definisi ketertiban umum sangat sukar untuk dirumuskan namun yang
dimaksud ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah
asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepentingan umum
atau ketertiban hukum. Faktor-faktor yang membatasi: Waktu, tempat,
falsafah kenegaraan, sistem perekonomian, pola kebudayaan yang dianut,
masyarakat yang bersangkutan. Sehingga hukum asing yang bertentangan
dengan ketertiban umum tersebut tidak dipergunakan meskipun sebenarnya
menurut peraturan HPI lex fori, kaedah hukum asing seharusnya berlaku.
Ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memberlakukan ketertiban umum
dapat diberlakukan bila ditinjau dari yuridiksiforum, apabila hukum
asing diakui akan mengakubatkan :
1) Pelanggaran terhadap prinsio-prinsip keadilan yang mendasar sifatnya
2) Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang baik
3) Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar
Dalam situasi seperti di atas maka lembaga ketertiban umum dapat menajdi
dasar bagi pembenaran bagi hakim untuk menyimpang dari kaidah-kaidah
HPI yang seharusnya berlaku, dan menunjuk kearah berlakunya suatu sistem
hukum asing. Contoh, terdapat perkara masalah perbudakan, diana
hukumndonesia termasuk masalah hukum personil menurut PS. 16 AB mengenai
status personil akan diatur berdasarkan kewarganegaraan pihak yang
bersangkutan. Fungsi ketertiban umum ada dua, yaitu:
1) Fungsi positif, menjamin agar aturan-atuan tertentu dari lex fori
tetap diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari
pemberlakuakn hukum asing.
2) Fungsi negatif, untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hkum
asing bila pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap
konsep-konsep dasar lex fori.
Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang
dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan
dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum bila
perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan denga
tujuan untuk menghundarkan diri dari aturan-aturan lex fori ang akan
melarang perbutan itu dilaksanakan di wilayah forum. Fungsinya adalah
untuk melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku. Contoh, warga
negara indonesia (perempuan islam) + warga negara indonesia (laki-laki
kristen), menukah. Untuk menghindari pemberlakuan undang-undang No. 1
tahun 1974 mereka menikah di Singapura. Perkawian untuk mendapatkan
kewarganegaraan karena takut dideportasi. Kemudian dalam waktu tertenu
mengajukan perceraian, dengan demikian maka status sebagai warga negara
indonesia tetap didapat meskipun telah bercerai.
I. Pilihan Hukum dan Pemakaian Hukum Asing
Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak
bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih
sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Mereka hanya
bebas untk memilih hukum tertentu tapi mereka tidak bebas untk
menentukan sendiri (membuat) perundang-undangan. Batasan pilihan hukum
adalah:
-
Para pihak bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki
tapi kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum.
-
Pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum.
-
Hanya dilakukan dalam bidang hukum kontrak.
Macam-macam pilihan hukum, secara tegas dinyatakan dalam Clausula
perjanjian hukum yang dpilih dalam kontrak yang mereka buat. Misal:
kontrak yang dibuat pertamina mengenai LNG tanggal 03-12-1973 dalam
pasal 12 dinyatakan : bahwa pilihan hukum adalah negara bagian New York.
Pilihan hukum ini memberikan kepastia hukum. Pilihan hukum yang
dianggap, merupakan pilihan hukum yang dianggap presumptio iuris sang
hakim menerima telah terjadi suatu pilihna hukum yang berdasarkan
dugaan-dugaan hukum belaka. Pilihan hukum secara hipotetisch, pilihan
hukum ini dikenal di Jerman, sebeharnya disini tidak ada satu kemauan
dari para pihak untuk memilih sedikitpun, sang hakimlah yang melakukan
pilihan ini, hakim melakukan dengan fictie.
Masalah utama dari pemakaian hukum asing adalah sebagai berikut:
-
Apakah hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang berdasarkan
kaedah-kaedah hukum suatu hukum asing tertentu perlu atau tidak perlu
diakui oleh lex fori?
-
Misal: bila seseorang warga negara Cina berdasarkan hukum Cina ia
diakui sebagai pemegang hak milik suatu benda bergerak, kemudian ia
mengaubah kewarganegaraannya menjadi Indonesia, apakah menurut hukum
Indonesia benda bergerak miliknya akan tetap diakui?
Apabila hakim Indonesia menganggap bawa pemilikan terhadap suatu benda
bergerak yang dianggap sah menurut hukum Cina akan sah juga menurut
hukum Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pengadilan Indonesia menerima
prinsip hak-hak yang telah diperoleh/ pemakaian hukum asing/vesten
right. Hak-hak yang dimiliki seseorang (suatu subjek hukum) berdasarkan
kaidah hukum asing dapat diakui dalam yuridiksi lex fori, selama
pengakuan undang-undang tidak bertentangan dengan kepentingan umum
masyarakat lex fori.
SIMPULAN
Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional terbagi menjadi empat
tahap. Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan
bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang
romawi. Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah
masehi). Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan
asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Dan Tahap IV, pada tahap
ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). HPI
adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI
adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan
atau peristiwa-peristiwanya. Sumber hukum terbagi atas sumber hukum
materil dan formil. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu
masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana
yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu
yang berbeda golongan. Titik Taut adalah hal atau keadaan yang
menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa
HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara
tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat
perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan
soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum
yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Untuk menentukan
status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip.
Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik
warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua,
Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum
yang berlaku di domisilinya.
Dwi kewarganegaraan (Bipartide) adalah orang dapat meiliki dua
kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan.
Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam
peraturan kewarganegaraan. Apartide adalah orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari
suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori.
Ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing
dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepantingan umum atau
ketertiban hukum. Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu
perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara
asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum
Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak
bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih
sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka.
REFERENSI
Sigit Fahrudin. Arti dari Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional.
Diakses dari http://sigitfahrudin.co.cc. Pada tanggal 02 maret 2012 jam 09.22.
Mochtar Kusumaatmadja, .1990. Pengantar Hukum Internasional. Binacipta.
Starke, J.G. 2001. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://vhrmedia.com. Pada tanggal 02Maret 2012 jam 09.26