KUNJUNGILAH !!!!

TERIMA KASIH Telah Mengunjungi Blog Ini


Minggu, 15 Januari 2012

Tokoh Islam

     Ibnu Majah Imam atau yang lebih dikenal dengan Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabi’I bin Majah Al-Qazwini Al-Hafidz. Nama ibnu (anak) Majah dinisbatkan kepada ayahnya Yazid, yang juga dikenal dengan sebutan Majah Maula Rab'at. Selain itu sebagin ulama berpendapat, Majah adalah ayah dari Yazid. Namun pendapat, nama Ibnu Majah yang dinisbahkan kepada ayahnya lebih mashur di kalangan muhadditsin.

    Ia dilahirkan pada tahun 207 Hijriah dan meninggal pada hari selasa, delapan hari sebelum berakhirnya bulan Ramadhan tahun 275. Ia menuntut ilmu hadits dari berbagai negara hingga beliau mendengar hadits dari madzhab Maliki dan Al Laits

   Sejak remaja, Ibnu Majah dikenal sebagai sosok yang tekun dan cinta ilmu. Pada usia 15 tahun, Ibnu Majah belajar hadits pada seorang guru besar kala itu, Ali bin Muhammad At-Tanafasy (233 H). Bakat dan kegigihan yang dimiliki Ibnu Majah membawanya berkelana ke penjuru negeri untuk menekuni bidang hadits. Sepanjang hayatnya, seluruh pikiran dan usahanya untuk menulis baik di bidang fikih, tafsir, hadits, dan sejarah.

    Tidak hanya itu, di bidang sejarah, Ibnu Majah menyusun At-Târîkh. Buku ini secara terperinci mengulas biografi para muhaddits yang hidup sebelumnya hingga biografi ualama hadits yang semasa dengannya. Di bidang tafsir, Ibnu Majah juga menulis Al-Qur'ân Al-Karîm. Namun sayang, buku At-Tarikh dan buku Al-Qur'an Al-Karim tidak sampai ke generasi berikutnya hingga sekarang.

   Seperti sama halnya dengan para imam muhadits sebelumnya, Ibnu Majah juga melakukan perjalanan ilmiahnya untuk mencari hadits. Ibnu Majah pernah melakukan rihlah ke kota-kota di Iraq, Hijaz, Syam, Pârs, Mesir, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Damaskus, Teheran maupun ke Konstatinopel.

    Khusus dalam bidang hadits, para pakar yang sempat ditemui Sang Imam diantaranya, Abdullah dan Usman, kedua anak dari Syeikh Syaibah. Namun Imam Ibnu Majah lebih banyak meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abi Syaibah. Selain dari Abdullah, Imbu Majah juga banyak meriwayatkan hadits dari Abu Khaitsamah Zahir bin Harb, Duhim, Abu Mus'ab Az-Zahry, Al-Hâfidz Ali bin Muhammad At-Tanâfasy, Jubârah bin Mughallis, Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar bin Adam dan para pengikut perawi dan ahli hadits imam Malik dan Al-Lays.

    Berkat para guru dan kecenderungannya di bidang hadits, Ibnu Majah juga melahirkan para murid yang mewariskan ilmu kesereusannya memelihara Hadits Nabawi. Tidak heran, murid-murid Ibnu Majah termasuk orang-orang yang pakar di bidang ini. Sederet nama besar seperti Abu Al-Hasan Ali bin Ibrahim Al-Qatthân tercatar sebagai muridnya. Selain itu, pakar lain yang lahir dari Imam Ibnu Majah adalah Sulaiman bin Yazid, Abu Ja'far Muhammad bin Isa Al-Mathû'î dan Abu Bakar Hamid Al-Abhâry. Dalam periwayan hadits, keempat muridnya ini adalah para perawi hadits yang yang dihimpun Ibnu Majah.


METODE PENULISAN

Tentunya, apa yang disanjungkan kepada Imam Ibnu Majah, sebenarnya tidak terlepas dari metode yang diterapkan dalam menulis hadits, terutama dalam kitab haditsnya, Sunan Ibnu Majah. Dalam penulisan kitab Sunannya, Ibnu Majah biasa memulai dengan mengumpulkan hadits dan menyusunnya berdasarkan bab yang berkaitan dengan masalah seputar fiqih.

Setelah menyusun dalam bentuk bab, Ibnu Majah tidak terlalu fokus pada kritik al-Hadits yang diangakatnya, namuan Ibnu majah lebih fokus mengkritisi hadits-hadits yang menurutnya lebih penting dan perlu penjelasan.
Termasuk juga, Ibnu Majah tidak menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan hadits. Disamping itu, ia juga sedikit melakukan pengulangan hadits sebagaimana yang dilakukan Imam Muslim.

Selain itu, ada sisi kunikan lain dari buku hadits Imam Ibnu Majah. Kitab Sunan ini tidak semuanya diriwayatkan Ibnu Majah. Namun ada beberapa tambahan yang diriwayatkan oleh Abu Al-Hasan Al-Qatthany, salah seorang dari Sunan Ibnu Majah ini. Hal semacan ini dalam ilmu musthalahul hadits dikenal dengan kategori hadits Uluwwu Al-Isnad. Sehingga riwayat Al-Qatthany yang sebatas murid derajatnya sama dengan Ibnu Majah sebagai guru.
Klasifikasi hadits tersebut adalah :

         
Empat ratus tiga puluh delapan hadits diriwayatakan oleh para rijâl yang    terpercaya dan sanadnya shahih.  Seratus sembilan puluh sembilan hadits sanadnya adalah hasan Enam ratus tiga belas hadits sanadnya dho'îf Sembilan puluh sembilan hadits sanadnya adalah mungkar, wâhiah dan makzhûbah Oleh sebab itu buku ini dianggap istimewa disebabkan isinya mayoritas diisi dengan hadits yang shahih, sedangkan hadits yang mungkar dan wâhiah hanya sedikit.

    Menurut syeikh Al-Bâny, dalam sunan ini terdapat sekitar delapan ratus hadits yang masuk dalam kategori hadits dho'îf.

    Kesalahan dan kesilapan adalah suatu hal yang biasa , namun kesilapan itu akhirnya lebih berarti daripada tidak berbuat sama sekali. Ahmad bin Sulaiman Ayyub dalam bukunya "Musthalah Al-Hadîts lilhadîts Al-Bâni" mengatakan bahwa Imam Ibnu Majah tidak menghukumi bahwa kitabnya ma'sûm dari maudhû', maka seandainya ia tidak menghukumi seperti itu, maka ia telah berkontroversi karena realitanya tidak begitu.


Sekilas Tentang Kitab "Sunan Ibnu Majah”

    Kitab ini memiliki keistimewaan yang patut diberikan applause, berkat kegigihan imam Ibnu Majah dalam menciptakan karya yang terbaik dan bermanfaat bagi Muslim sedunia, dapat kita lihat bahwa buku ini memiliki susunan yang baik dan tidak ada pengulangan hadits yang serupa kecuali memang dianggap penting oleh sang Imam. Shiddîq Hasan Khân dalam kitab 'Al-Hittah' berkata, "Tidak ada 'Kutubu As-Sittah' yang menyerupai seperti ini (baca : Kitab "Sunan Ibnu Majah"), karena ia menjaga sekali adanya pengulangan hadits-hadits, walaupun ada itupun hanya sebahagian kecil saja. Seperti imam Muslim R.A. halnya yang mendekati buku ini. Dimana beliau tidak mengadakan pengulangan hadits dalam beberapa sub judul kitab, tapi beliau mengulang hadits tersebut dalam hanya dalam satu judul.

    Buku "Sunan Ibnu Majah" terdiri dari tiga puluh dua kitab menurut Al-Zahabî, dan seribu lima ratus bab menurut Abu Al-Hasan Al-Qatthanî, dan terdiri dari empat ribu hadits menurut Az-Zahabî. Tapi kalau kita teliti ulang lagi dengan melihat buku yang di-tahqîq oleh Muhammad Fuad Abdul Bâqî rahimahullah, bahwa buku ini berjumlah tiga puluh tujuh kitab selain dari muqaddimah, berarti kalau ditambah dengan muqaddimah maka jumlahnya tiga puluh delapan kitab.
Sedangkan jumlah babnya terdiri dari lima ratus lima belas bab dan empat ribu tiga ratus empat puluh satu hadits. Hal ini disebabkan akibat adanya perbedaan nasakh. Kitab hadits yang terdiri dari empat ribu tiga ratus empat puluh satu hadits ini ternyata tiga ribu dua hadits diantaranya telah di-takhrîj oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan yang lainnya. Dan seribu dua ratus tiga puluh sembilan hadits lagi adalah tambahan dari Imam Ibnu Majah.


Metodologi Imam Ibnu Majah :

    Kalau kita berbicara seputar metodologi yang dianut oleh imam Ibnu Majah dalam pengumpulan dan penyusunan hadits, maka seyogianyalah kita untuk mengulas dan menilik lebih lanjut dari metode sang imam dalam menyusun kitab "Sunan Ibnu Majah". Karena buku yang digunakan sebagai salah satu referensi bagi umat Islam ini adalah buku unggulan beliau yang populer sepanjang sekte kehidupan. Walaupun beliau sudah berusaha untuk menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun sayang masih terdapat juga hadits-hadits yang dho'îf  bahkan maudû' di dalamnya.

    Dalam menulis buku Sunan ini, beliau memulainya terlebih dahulu dengan mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqih, hal ini seiring dengan metodologi para muhadditsîn yang lain.

    Setelah menyusun hadits tersebut, imam Ibnu Majah tidak terlalu memfokuskan ta'lîqul Al-Hadits yang terdapat pada kitab-kitab fikih tersebut, atau boleh dikatakan beliau hanya mengkritisi hadits-hadits yang menurut hemat beliau adalah penting.

    Seperti kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits mereka memasukkan pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun dalam hal ini Ibnu Majah tidak menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan hadits.

    Sama halnya dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak melakukan pengulangan hadits berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan itu penting menurut beliau.

    Ternyata kitab Sunan ini tidak semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah seperti perkiraan orang banyak selama ini, tapi pada hakikatnya terdapat di dalamnya beberapa tambahan yang diriwayatkan oleh Abu Al-Hasan Al-Qatthany yang juga merupakan periwayat dari "Sunan Ibnu Majah".  Persepsi ini juga sejalan pada "Musnad Imam Ahmad", karena banyak orang yang menyangka bahwa seluruh hadits di dalamnya diriwayatkan seluruhnya oleh beliau, akan tetapi sebahagian darinya ada juga yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dan sebahagian kecil oleh Al-Qathî'î,


Penutup :
 
    Begitulah kilas sedikit tentang Imam yg jujur dan berpengetahuan luas,  Ibnu Majah, berbagai banyak pengorbanannya kepada Islam dalam dunia pendidikan demi mewujudkan para ulama yang baru,  yang siap berjuang di jalan Allah. Semoga Allah merahmatinya selalu. Akhirnya dengan keterbatasan penulis, penulis minta maaf apabila tidak dapat menyuguhkan yang terbaik buat rekan-rekan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar