KUNJUNGILAH !!!!

TERIMA KASIH Telah Mengunjungi Blog Ini


Jumat, 16 Maret 2012

KUALIFIKASI




Bila kita tinjau jalannya suatu perkara di muka pengadilan ternyata selalu dengan kualifikasi. Kualifikasi ialah menggolong-golongkan/mengklasifikasikan atau menempatkan fakta-fakta dari suatu peristiwa kedalam kotak-kotak hukum atau kategori-kategori hukum yang sudah tersedia. Kualifikasi dilakukan untuk dapat menemukan hukum yang akan diterapkan dalam suatu kasus.

Kualifikasi dapat dibagi kedalam 2 macam:
  1. Kualifikasi Hukum (Classification of Law)
yaitu penggolongan/pembagian seluruh kaidah hukum kedalam pengelompokan/pembidangan/kategori hukum tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya pembagian kedalam:
-          hukum perikatan
-          hukum waris
-          hukum kebendaan

  1. Kualifikasi Fakta (Classification of Facts)    
yaitu kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta dalam suatu peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa atau masalah hukum berdasarkan kategori hukum dan kaidah-kaidah hukum dari sistem hukum yang dianggap seharusnya berlaku. Misalnya pembagian kedalam:
-          wanprestasi
-          perbuatan melawan hukum

Proses kualifikasi fakta ini mencakup langkah-langkah:
-          Kualifikasi sekumpulan fakta dalam perkara ke dalam kategori-kategori yuridik yang ada; misalnya: fakta-fakta menunjukkan bahwa penggugat pada dasarnya merasa dirugikan oleh tindakan tergugat yang tidak menepati janjinya yang dibuat secara lisan. Tergugat berjanji akan menyediakan fasilitas-fasilitas tertentu di kemudian hari untuk penggugat apabila penggugat membayar sejumlah uang kepada tergugat. Berdasarkan kategori hukum yang ada, sekumpulan fakta itu mungkin dapat dikualifikasikan sebagai persoalan tort (perbuatan melanggar hukum).
-          Kualifikasi sekumpulan fakta tersebut ke dalam kaidah-kaidah/ketentuan hukum yang seharusnya diberlakukan. Bila persoalan di atas telah dikualifikasikan sebagai masalah tort, maka aturan hukum yang relevan untuk diberlakukan adalah pasal 1365 KUHPerdata.

Beberapa hal yang menjadi sebab rumitnya persoalan kualifikasi dalam HPI antara lain:
  1. Berbagai sistem hukum menggunakan terminology yang serupa atau sama tetapi untuk menyatakan hal yang berbeda.
Contoh: istilah “Domisili” berdasarkan hukum Indonesia yang berarti “tempat kediaman sehari-hari”(habitat residence) dibandingkan dengan pengertian “Domicili”dalam Hukum Inggris yang dapat berarti “domicile of origin”, “domicile of dependence” atau “domicile of choice”.

  1. Berbagai sistem hukum mengenal konsep atau lembaga hukum tertentu yang ternyata tidak dikenal pada sistem hukum lain.
Contoh: lembaga pengangkatan anak yang dikenal dalam hukum adat dilandasi pada kebutuhan untuk melanjutkan keturunan dan preservasi harta kekayaan, sedangkan dalam hukum Belanda hanya dikaitkan dengan niat untuk menjamin kesejahteraan seorang anak.  
  
  1. Berbagai sistem hukum menyelesaikan perkaras-perkara hukum yang secara factual pada dasarnya sama, tetapi dengan menggunakan kategori yuridik yang berbeda-beda.
Contoh: seorang janda yang menuntut hasil dari sebidang tanah peninggalan suaminya, menurut hukum Prancis dianggap sebagai masalah pewarisan, sedangkan bagi hukum Inggris dianggap sebagai “hak janda” untuk menuntut bagian dari harta perkawinan.

  1. Pelbagai sistem hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda-beda untuk menetapkan adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama.
Contoh: masalah “peralihan hak milik” dan “saat terjadinya peralihan hak milik” yang berbeda antara Hukum Prancis dan Hukum Belanda
  1. Berbagai sistem hukum menempuh proses/prosedur yang berbeda untuk mewujudkan/menerbitkan hasil atau status hukum yang pada dasarnya sama.
Contoh: suatu perjanjian baru dianggap mengikat bila dibuat secara bilateral (Hukum Inggris), dilengkapi dengan consideration atau dimungkinkan adanya perjanjian yang sepenuhnya bersifat unilateral (Hukum Indonesia).

Jumat, 02 Maret 2012

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional

A. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional

Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar atau dikenal dengan Ius Gentium. Yang dimaksud dengan Ius Gentium adalah hukum yang berlaku antara orang Romawi dan bukan Romawi. Ius Gentium kemudian berkembang lagi menjadi Ius Publicum dan Ius Privatum. Ius Publicum inilah yang berkembang sekarang ini menjadi Hukum Internasional, sedangkan Ius Privatum berkembang menjadi Hukum Perdata Internasional (HPI).
Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi), pada masa ini merupakan masa dimana kekaisaran romawi ditaklukkan oleh orang “barbar”, sehingga ius civile tidak berguna, yang dipergunakan adalah asas personal dan hukum agama (tribal laws). Kemudian pada masa ini juga tumbuh beberapa kaedah HPI yang didasarkan pada asas personal yang diuraikan sebagai berikut:
1) Dalam sengketa hukum: hukum pihak tergugat
2) Dalam perjanjian: huku personal masing-masing pihak
3) Pewarisan: hukum dari transferor (yang mewariskan)
4) Peralihan hak milik: hukum dari transferor
5) Perbuatan melawan hukum: hukum dari pihak yang melanggar hukum
6) Perkawinan: hukum suami
Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Setelah mealui masa 300 tahun pertumbuhan asas personal semakin sulit dipertahankan mengingat terjadinya transformasi dalam masyarakat sehingga keterikatan lebih didasarkan pada kesamaan wilayah tempat tinggal (teritorial). Proses transformasi terjadi di dua kawasan Eropa dengan perbedaan yang mencolok. Di Eropa Utara (Jerman, Perancis, Inggri), masyarakata berada di bawah kekuasaan tuan tanah (feodalistik) dan tidak terdapat tempat bagi pengakuan terhadap kaidah hukum asing (HPI). Sedangkan di Eropa Selatan (Italia, Milan, Bologna), merupakan kota perdagangan dan perselisihan yang ada di antara pedagang yang berasal dari luar diselesaikan dengan kaedah HPI.
Kemudian masih pada tahap III ini, diletakkan dasar bagi HPI modern dengan prinsip teritorial. Lex Rei Sitae (Lex Situs), yaitu perkara tentang benda tidak bergerak dimana hukum yang digunakan adalah hukum dimaan benda tersebut berada. Lex Dominicili, mengatur tentang hak dan kewajiban dimana hukum yang digunakan adalah hukum dari tempat seorang berkediaman. Lex Contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian hukum yang berlaku yaitu hukum dari tempat perbuatan perjanjian
Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). Tingginya intensitas perdagangan di italia menimbulkan persoalan tentang pengakuan hak asing dalam wilayah suatu kota. Asas teritorial tidak dapat menjawab semua masalah yang timbul, sehingga dibutuhkan adanya ketentuan hukum (statuta). Pencetus Teori Statuta adalah Bartlus (Bapak HPI), yang menyatakan bahwa upaya yang dilakukan menetapakan asas-asas untuk menentukan wilayah berlaku setiap aturan hukum (statuta). Dalam teori statuta terdapat istilah Statuta personalia, yaitu mengenai kedudukan hukum/ status personal orang. Berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap, melekat dan berlaku atas mereka dimanapun mereka berada. Kemudian juga dikenal istilah Statuta Realia yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa koa yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut. Selain itu juga ada Statuta Mixta yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa kota yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut.

B. Defenisi Hukum Perdata Internasional
Menurut Van Brakel dalam buku “Grond en beginselen van nederland internationaal privatrecht” menyatakan bahwa internationaal privatrecht is a national recht voor internationale recht verhouding geschreven. Maksudnya bahwa HPI adalah hukum nasional yang ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan hukum internasional. Sedangkan menurut Prof. DR. S. Gautama. S.H. HPI adalah keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan atau peristiwa antar warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
Berdasarkan pendapat kedua ahlil tersebut, dapat disimpulkan bahwa HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Contohnya adalah kasus pernikahan antar warga negara satu dengan warga negara lain. Masalah-masalah pokok yang dibahas dalam HPI adalah sebagai berikut:
1) Hakim/ badan hukum peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing. (chioce of yuridiction) merupakan hukum acara dalam HPI
2) Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan maasalah HPI (the appropriate legal system)
3) Sejauh mana suatu peradilan harus memperahatikan dan mengakui putusan hukum asing (recognition of foreign judgements)
Luas lingkup HPI menurut negara yang pertama, HPI merupakan Rechtstoepassingrecht/ choice of law (paling sempit). Artinya, istilah HPI terbatas pada masalah-masalah hukum mana yang diberlakukan. Contoh: negara Jerman, negara Nederland. Kedua, HPI adalah choice of law + choice of juridiction (lebih luas). Maksudnya, mengenai hukum mana yang berlaku ditambah dengan kompetensi wewenang hakim untuk mengadili perkara yang bersangkutan. Contoh: negara Anglo Saxon, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga, HPI merupakan choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges (lebih luas). Maknanya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing. Contoh: Italia dan Spanyol. Keempat, HPI adalah choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges + natonalite (terluas). Artinya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing + kewarganegaraan. Contoh: Perancis.

C. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional
Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Sumber hukum materil, dalam pengertian dasar berlakunya hukum apa atau sebabnya hukum mengikat dan biasanya terletak di luar bidang hukum. Sedangkan sumber hukum formil, dalam pengertian dimana terdapatnya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang persoalan yang konkrit dalam bentuk tertulis. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-undang pokok Agraria, Undang-undang penanaman modal asing, dan Undang-undang penanaman modal dalam negeri. Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia no.62 tahun 1958, diatur dalam pasal 1 undang-undang kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran, yaitu:
  1. Karena kelahiran dari seseorang warga negara Indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e)
  2. Berdasarkan kelahiran di wilayah Republik Indonesia jika masih dipenuhi syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h)
Dalam undang-undang juga diatur siapa saja yang menjadi warganegara:
  1. Mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan undang-unadng/ peraturan/ perjanjian yang terlebih dahulu berlaku
  2. Menentukan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang :
  • Pada waktu lahir, mempunyai hubungan kekeluargaan dengans eorang warga negara Indonesia.
  • Lahir dalam waktu 200 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya adalah warga negara Indonesia.
  • Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tua tidak diketahui.
  • Memperoleh kewarganegaraan menurut undang-undang no. 62 tahun 1958.
Undang-undang pokok agraria (undang-undang no. 5 tahun 1960), diatur dalam pasal 1 undang-undang pokok agraria, yaitu seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bengsa Indonesia. Pasal 9, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa: Hak milik atas tanah, hanya warganegara Indonesia yang boleh memiliki milik atas tanah sedangkan orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah. Hak pasal 55:2, badan hukum asing hanya dapat memperoleh hak guna usaha dan hak guna bangunan jika diperbolehkan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan nasional.
Undang-undang penanaman modal asing (undang-undang no.1 tahun 1967), diatur dalam pasal 2 undang-undang modal asing dapat berupa:
  1. Milik orang asing, modal asing sebagai milik orang asing, merupakan milik warga negara asing yang dimasikkan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia
  2. Dapat merupakan milik badan hukum asing yang menjadikan modal badan hukum Indonesia, maksud badan hukum Indonesia:
  • Badan hukum menurut hukum Indonesia
  • Berkedudukan di Indonesia
Dalam undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumber HPI. Undang-undang penanaman modal dalam negeri (undang-undang no. 6 tahun 1968), diatur dalam pasal 1 undang-undang PMDN yaitu: “Modal dalam negeri adalah bagian dari pada kekayaan masyaraka tIndonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara atau swasta nasional atau swasta asing berdomisili di Indonesia yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha...”
  1. Pasal (2): pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri terdirid dari perorangand an badan hukum yang berlaku di Indonesia
  2. Dalam undang-undang PMDN unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumbar HPI

D. Hubungan Hukum Perdata Internasional dengan Bidang Hukum Lain

Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. HAG tidak banyak terdapat di negara-negara yang sudah merdeka, hanya pada negara jajahan dan bekas jajahan. Istilah golongan menunjukkan adanya perbedaan hukum karena golongan rakyat yang berbeda, pribadi yang berbeda, orang dan golongan yang berbeda. Ruang lingkup HAG pada masa penjajahan bersifat nasional mengatur hukum antar ras, antar suku bangsa, dan antar golongan etnis. Kemudian, pada alam kemerdekaan sifat nasional berganti menjadi internasional. Persoalan HAG bergeser menjadi persoalan HPI dengan ruang lingkup hubungan warganegara antar negara. Selain itu, hubungan HPI dengan Hukum Internsional adalah sebagai berikut:
1) HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu kaedah-kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum internasional yang berlaku
2) Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan masyarakat internasional dari masa-kemasa
3) Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama internasional melalui organisasi internasional
4) Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia, mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga semakin banyak
5) Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional
6) Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional
Hubungan HPI dengan perbandingan hukum dapat dilihat dari bagan berikut:


E. Titik Pertalian/ Titik Taut
Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya Belanda: Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis: Points de Rettachment. Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan.
Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan dilihat secara keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik pertalian sekunder (TPS dan Titik pertalian lain, sekaligus daapt dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal yang sekaligus dapat merupakan TPP dan TPS. Titik pertalian yang lain adalah sebagai berikut:
1) Tempat letaknya benda
2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus)
3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum
5) Maksud para pihak
6) Tempat diajukan proses perkara
Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk mengetahui suatu persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita lihat dalam HAG TPP disebut juga titik taut pembeda.
1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor yang melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah dengan warga negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak yang bersangkutan merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu dipertautkan.
2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia, sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia
3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara x, menikah dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y, karena domisilinya berbeda maka menimbulkan masalah HPI
4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu badan hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga melahirkankaidah hukum
5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh: seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa Hukum Indonesia yang akan berlaku.
Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Titik pertalian kumulatif
a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing
b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan
2) Titik pertalian alternatif
3) Titik pertalian pengganti
4) Titik pertalian tambahan
5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut)
Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan) daripada titik pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan hukum asing, dan kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua, titik pertalian Alternatif, terdapat lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah satu daripada dua atau lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku. Karena itu disebut titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat terkait dengan titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian accesoir, perincian lebih jauh adalah yang dinamakan titik pertalian accesoir. Penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh: perjanjian reasuransi ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok.

F. Prinsip Domisili/Kewarganegaraan
Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dalam hal ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan, yang akan diterangkan sebagai berikut:
1) Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2) Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin
3) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan
b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili. Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup, dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali emerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili. Contoh: apabila terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam satu keluarga dimana suami istri berbeda, kewaganegaraan anak-anak bisa punya kewarganegaraan berbeda tergantung domisili (terutama setelah perceraian). Hukum domisili seringkali sama dengan hukum sang hakim. Dalam banyak hal, hukum domisili ini juga bersamaan adanya dengan hukum sang hakim. Cocok dengan negara dengan pluralisme hukum. Hukum domisili adalah satu-satunya yang dapat dipergunakan dengan baik dalam negara yang struktr hkumnya tidak mengeal persatuan hukum. Domisili menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan
Negara-negara dengan prinsip kewarganegaraan/domisili dapat dilihat dalam tabel:
KEWARGANEGARAAN DOMISILI
Perancis, belgia, luxemburg, monaco, belanda, rumania, finlandia, jerman, yunani, hungaria, montenegro, polandia, portugal, spanyol, swedia, turki, iran, tiongkok, jepang, kostarika, republik dominika, equador, haiti, honduras, mexico, panama, venezuela Semua negara-negara inggris yang menganut “common law”, scotlandia, afrika selatan, quebec, denmark, norwegia, iceland, negara-negara amerika latin, argentina, brazilia, guatemala, nicaragua, paraguay, peru

Prinsip umum tentang kewarganegaraan adalah pertama, Asas kelahiran (ius soli), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentkan oleh tempat kelahiran. Contoh: Ad1. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaraan X. Kedua, Asas keturunan (ius sanguins), kewarganegaraan berdasarkan kketurunan daripada orang yang bersangkutan. Contoh: Ad2. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaran Y. Mengenai kewarganegaraan di Indonesia, berdasarkan undang-unadang, kewarganegaraan menggunakan prinsip nasionalitas. Diatur dalam pasal 1 udang-undang kewarganegaraan, kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran yaitu: Karena kelahiran dari seseorang warga negara indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e), dan berdasarkan kelahiran di wilayah republik indonesia jika masih dipenuhi lain syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h). Dapat juga dengan domisili di wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang ada.
Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apabila suatu negara menganut asas kelahiran dan negara lain menganut asas keturunan. Contoh: orang tau A cina (ius sanguins) (tinggal di indonesia lebih dari 20 tahun) maka menurut undang-undang kewarganegaraan dianggap sebagai warganegara melahirkan di indonesia, maka anaknya punya dua kewarganegaraan. Cara mencegah bipartide dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral, misalnya antara indonesia dengan cina. Undang-undang no.2 tahun 1958 dimana dalam waktu 20 hari sejak (20-1-1960 s/d 10-1-1962) orang yang berstatus dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan melepaskan yang lain.
Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contoh: terjadinya pencabutan kewarganegaraan, kelahiran anak dengan orang tua ius solli di negara ius sangins. Apartide dapat terjadi karena orang tua menganut ius solli, melahirkan anak do negara yang menagnut ius sanguins, maka anak yang dilahirkan apartide. Cara mencegah dapat dilakukan dengan mengguakan titik taut pengganti untuk menentukan kewarganegaraan yang digunakan sebagai faktor yang menentukan hukum yang harus diperlukan. Pemakaian hukum domisili atau kediaman, dan pemakaian kewarganegaraan terakhir.

G. Renvoi
Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI sehingga tak ada keseragaman cara-cara menyelesaikan masalah-masalah HPI. Salah satu persoalan penting berkenaan dengan status personil yang ditentkan berdasarka prinsip domisili dan nasionalitas. Berhubungan dengan adanya dua sistem ini maka timbullah masalah renvoi. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Renvoi terjadi pada gesamtverweisung yaitu apabila kaidah lex fori menunjuk ke arah suatu sistem asing, dalam arti keseluruhan termasuk kepada kaidah HPI nya. Renvoi terbagi dua. Pertama, penunjukan kearah kaidah-kaidah hukum intern (sachnormen) dari suatu sistem hukum tertentu, penunjkan ini dinamakan sachnormverwiesung. Kedua, penunjukan ke arah keseluruhan sistem hukum ertentu termasuk kaidah-kaidah HPI (kallisionsormen) dari sistem hukum tersebut. Penunjukan ini dinamakan gesamtverweisung.
Dalam HPI dikenal 2 jenis single renvoi, Remmisin (penunjukan kembali) yaitu proses renvoi oleh kaedah-kaedah HPI asing kembali ke arah lex fori. Dan Transmission (penunjukan lebih lanjut), yaitu proses renvoi oleh kaidah HPI asing ke arah suatu sistem hukum asing lain. Contoh kasus renvoi FORGO CASE (1879) misalnya adalah Forgo seorang warganegara Bavaria (jerman), dia menetap di Perancis sejak 5 tahun tanpa memperoleh domisili di Perancis. Kemudian dia meninggal di Perancis tanpa testamen. Forgo anak di luar nikah, ia meninggalkan benda-benda bergerak di perancis. Kemudian tuntutan atas pembagian hartanya diajukan oleh saudara kandungnya di pengadilan Perancis.

H. Ketertibam Umum dan Penyelundupan Hukum
Definisi ketertiban umum sangat sukar untuk dirumuskan namun yang dimaksud ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepentingan umum atau ketertiban hukum. Faktor-faktor yang membatasi: Waktu, tempat, falsafah kenegaraan, sistem perekonomian, pola kebudayaan yang dianut, masyarakat yang bersangkutan. Sehingga hukum asing yang bertentangan dengan ketertiban umum tersebut tidak dipergunakan meskipun sebenarnya menurut peraturan HPI lex fori, kaedah hukum asing seharusnya berlaku. Ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memberlakukan ketertiban umum dapat diberlakukan bila ditinjau dari yuridiksiforum, apabila hukum asing diakui akan mengakubatkan :
1) Pelanggaran terhadap prinsio-prinsip keadilan yang mendasar sifatnya
2) Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang baik
3) Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar
Dalam situasi seperti di atas maka lembaga ketertiban umum dapat menajdi dasar bagi pembenaran bagi hakim untuk menyimpang dari kaidah-kaidah HPI yang seharusnya berlaku, dan menunjuk kearah berlakunya suatu sistem hukum asing. Contoh, terdapat perkara masalah perbudakan, diana hukumndonesia termasuk masalah hukum personil menurut PS. 16 AB mengenai status personil akan diatur berdasarkan kewarganegaraan pihak yang bersangkutan. Fungsi ketertiban umum ada dua, yaitu:
1) Fungsi positif, menjamin agar aturan-atuan tertentu dari lex fori tetap diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuakn hukum asing.
2) Fungsi negatif, untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hkum asing bila pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar lex fori.
Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum bila perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan denga tujuan untuk menghundarkan diri dari aturan-aturan lex fori ang akan melarang perbutan itu dilaksanakan di wilayah forum. Fungsinya adalah untuk melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku. Contoh, warga negara indonesia (perempuan islam) + warga negara indonesia (laki-laki kristen), menukah. Untuk menghindari pemberlakuan undang-undang No. 1 tahun 1974 mereka menikah di Singapura. Perkawian untuk mendapatkan kewarganegaraan karena takut dideportasi. Kemudian dalam waktu tertenu mengajukan perceraian, dengan demikian maka status sebagai warga negara indonesia tetap didapat meskipun telah bercerai.

I. Pilihan Hukum dan Pemakaian Hukum Asing
Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Mereka hanya bebas untk memilih hukum tertentu tapi mereka tidak bebas untk menentukan sendiri (membuat) perundang-undangan. Batasan pilihan hukum adalah:
  1. Para pihak bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki tapi kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum.
  2. Pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum.
  3. Hanya dilakukan dalam bidang hukum kontrak.
Macam-macam pilihan hukum, secara tegas dinyatakan dalam Clausula perjanjian hukum yang dpilih dalam kontrak yang mereka buat. Misal: kontrak yang dibuat pertamina mengenai LNG tanggal 03-12-1973 dalam pasal 12 dinyatakan : bahwa pilihan hukum adalah negara bagian New York. Pilihan hukum ini memberikan kepastia hukum. Pilihan hukum yang dianggap, merupakan pilihan hukum yang dianggap presumptio iuris sang hakim menerima telah terjadi suatu pilihna hukum yang berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka. Pilihan hukum secara hipotetisch, pilihan hukum ini dikenal di Jerman, sebeharnya disini tidak ada satu kemauan dari para pihak untuk memilih sedikitpun, sang hakimlah yang melakukan pilihan ini, hakim melakukan dengan fictie.
Masalah utama dari pemakaian hukum asing adalah sebagai berikut:
  1. Apakah hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang berdasarkan kaedah-kaedah hukum suatu hukum asing tertentu perlu atau tidak perlu diakui oleh lex fori?
  2. Misal: bila seseorang warga negara Cina berdasarkan hukum Cina ia diakui sebagai pemegang hak milik suatu benda bergerak, kemudian ia mengaubah kewarganegaraannya menjadi Indonesia, apakah menurut hukum Indonesia benda bergerak miliknya akan tetap diakui?
Apabila hakim Indonesia menganggap bawa pemilikan terhadap suatu benda bergerak yang dianggap sah menurut hukum Cina akan sah juga menurut hukum Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pengadilan Indonesia menerima prinsip hak-hak yang telah diperoleh/ pemakaian hukum asing/vesten right. Hak-hak yang dimiliki seseorang (suatu subjek hukum) berdasarkan kaidah hukum asing dapat diakui dalam yuridiksi lex fori, selama pengakuan undang-undang tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat lex fori.

SIMPULAN

Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional terbagi menjadi empat tahap. Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi). Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Dan Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. Titik Taut adalah hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya.
Dwi kewarganegaraan (Bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepantingan umum atau ketertiban hukum. Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka.

REFERENSI

Sigit Fahrudin. Arti dari Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://sigitfahrudin.co.cc. Pada tanggal 02 maret 2012 jam 09.22.
Mochtar Kusumaatmadja, .1990. Pengantar Hukum Internasional. Binacipta. 
Starke, J.G. 2001. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://vhrmedia.com. Pada tanggal 02Maret 2012 jam 09.26

Selasa, 24 Januari 2012

Makalah Hukum Penerbangan Pendaftaran Pesawat Udara (UU No.1/2009)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Setiap negara memiliki wilayah kedaulatan sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga perairan dan wilayah udara. Secara rinci bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah dibawahnya, wilayah perairan, dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa.
Kedaulatan terhadap wilayah suatu  negara adalah mutlak, namun untuk dapat mengadakan hubungan antar negara, Wilayah perairan dan wilayah udara memiliki keistimewaan sehingga dikenal adanya Hukum Laut dan Hukum Udara. Berbeda dengan wilayah Laut yang memiliki hak lintas damai, wilayah udara suatu negara merupakan  kedaulatan dari negara yang berada di bawahnya.  Untuk dapat melintas berlaku juga lintas damai namun tidak secara mutlak karena harus memperoleh  izin dari negara yang kedaulatannya dilalui oleh pesawat atau yang dikenal dengan azas Cabotage.
Hukum Udara, adalah hukum yang mengatur obyek udara, telah dikenal sejak jaman Romawi, dengan adanya Prinsip ”Cuius est solum, eius est usque ad coelum” (yang memiliki tanah, memiliki juga udara diatasnya sampai ke langit), persoalan yang sering diperdebatkan adalah masalah kedaulatan di ruang udara, terutama antara mereka yang berpendapat bahwa ” ruang udara adalah bebas” dan antara mereka yang berpendapat bahwa ”negara masing-masing berdaulat diruang udara diatasnya”.

Dalam hal ini soal jarak sama sekali tidak memainkan peranan melindungi wilayah negara, Dalam era teknologi canggih dewasa ini, karena bahaya yang dapat ditimbulkan dari penerbangan pesawat asing di atas wilayah suatu negara terhadap keamanan nasional negara lain adalah sama, lepas dari ketinggian terbangnya pesawat asing tersebut maka perlu adanya pengaturan di ruang udara atau Hukum Udara.(http://lapan.go.id)        
Otto Riese dan Jean T.Lacour dalam buku mereka ”Precis de Droit Aerien” menyebutkan Hukum udara adalah seluruh norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan, pesawat-pesawat terbang dan ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan, maka rasanya Hukum Penerbangan merupakan istilah yang tepat. Namun Hukum udara dapat ditafsirkan sebagai segala peraturan hukum yang mengatur obyek tertentu yaitu udara. (E. Suherman, 1983:5)
Hukum Penerbangan baru timbul ketika manusia mengarungi udara dan erat kaitannya dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam lapangan tehnik penerbangan, terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang dunia II. Pengembangan penerbangan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari prasarana dan sarana penerbangan, peraturan-peraturan, prosedur dan metoda sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdayaguna, berhasil guna serta dapat diterapkan.
        Penerbangan yang pertama kali dilakukan tanggal 17 Desember 1903, di Amerika, oleh Orville Wright dan saudaranya Wilbur, ini merupakan penerbangan pertama yang dilakukan oleh manusia dalam sejarah dunia. Penerbangan dengan pesawat yang mampu mengangkut manusia, mampu tinggal landas dengan tenaganya sendiri untuk melakukan penerbangan penuh dan bergarak maju tanpa kecepatannya berkurang, dan kemudian mampu mendarat dengan selamat. (Achmad Moegandi, 1996:41-42)
Dalam sejarah, penerbangan pertama kali di Indonesia terjadi pada tanggal 19 Febuari 1913 ketika J.W.E.R. Hilgers, seorang Belanda, melakukan penerbangan di atas kota Surabaya dengan sebuah pesawat fokker. Peristiwa tersebut ternyata bukan hanya merupakan penerbangan pertama, tetapi juga peristiwa kecelakaan pertama yang terjadi di Indonesia, karena pada hari itu pesawat yang ditumpangi Hilgers jatuh di desa Baliwerti, dekat Surabaya. (R.J. Salatun,1950:72)
Sesuai dengan peran dan fungsi penerbangan yang sangat penting terutama ditinjau dari segi politik, ekonomi dan kedaulatan negara, telah menyebabkan perkembangan yang sangat pesat terhadap dunia penerbangan. Perkembangan ini tidak hanya dalam jumlah pesawat udara tetapi juga dalam jumlah perjanjian antar negara (bilateral) untuk membuka jalur penerbangan.
Pentingnya peraturan tentang penerbangan negara-negara di dunia melahirkan Konvensi-Konvensi Internasional tentang penerbangan sipil Internasional diantaranya Convention Relating to The Regulation of Air Navigation (Paris Convention 1919), Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944), Convention for The Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air 1929 (Warsawa Convention 1929) dan Convention on Damage Caused by Foreing Aircraff to third Parties on Surface (Roma Convention 1952)
Masalah yang mungkin timbul karena adanya penerbangan internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan negara-negara yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah. Dalam penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat akan melibatkan berbagai pihak, diantaranya negara pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International Civil Aviation). Dari kecelakaan tersebut maka timbul hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan kewenangan dan tanggung jawab negara-negara. Maka oleh karena itu maka dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi atau memberikan informasi.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Bagaimana Prosedur Pendaftaran Dan Kebangsaan Pesawat Terbang?
b.      Bagaimana perubahan sertifikat pesawat ?
c.       Bagaimanakah Tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran ?
d.      Apa saja  sumber-sumber hukum penerbangan di Indonesia ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PROSEDUR PENDAFTARAN PESAWAT
1.      PESAWAT UDARA SIPIL
Setiap pesawat yang telah didaftarkan akan diberikan Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R) dan akan tercatat dalam daftar pesawat udara sipil. Semua daftar pesawat udara sipil yang terdaftar di Indonesia sesuai pasal 9 UU No. 15/1992 harus dirawat oleh Dirjen Perhubungan       Udara.
 Daftar tersebut meliputi beberapa hal, yaitu :
Ø Nomor sertifikat pendaftaran
Ø Tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran
Ø Nama/sebutan pesawat menurut manufaktur pembuat pesawat
Ø Nomor seri/serial number pesawat udara
Ø Nama Pemilik
Ø Alamat pemilik
Ø Nama operator terdaftar
Ø Alamat operator
Ø Tanggal pendaftaran dan masa berlaku
Ø Jenis penggunaan pesawat udara


 Pesawat yang Didaftarkan.
Pesawat udara yang dapat didaftarkan di Indonesia jika pesawat tersebut : Dimiliki dan dioperasikan oleh orang-orang yang berhak menjadi pemilik pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia. Yang diijinkan untuk dapat memiliki pesawat udara dan didaftarkan di Indonesia adalah :        
1.      Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia,
2.      Warga Negara Asing atau badan hukum asing dan pesawat dioperasikan oleh warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakainannya minimal dua tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha atau bentuk perjanjian lainnya,
3.      Instansi Pemerintah,
4.      Lembaga tertentu yang diijinkan oleh Pemerintah,Pesawat tidak terdaftar di Negara lain.
Semua pajak dan pembayaran telah terselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Telah bersertifikat dan dilengkapi dengan peralatan sesuai peraturan yang berlaku menurut jenis penggunaan pesawat tersebut.
Sebagaimana yang telah disebutkan didalam peraturan penerbangan Republik Indonesia pasal 25  Undang-Undang No 1 tahun 2009 yang berbunyi:
 ‘’Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.       Tidak terdaftar di negara lain; dan
b.      Dimiliki oleh warga negara indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
c.       Dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara indonesia atau badan hukum indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu perjanjian;
d.      Dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
e.       Dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai oleh badan hukum indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan. penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.”

  Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R).
Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R) merupakan bukti pendaftaran suatu pesawat udara, C o R ini berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang. C o R berwarna kuning dan pada bagian belakangnya terdapat cuplikan Undang-Undang Penerbangan yang mengatur masalah pendaftaran pesawat udara
2.      PENDAFTARAN PESAWAT UDARA
Pemilik pesawat udara yang akan mendaftarkan pesawat udaranya di Indonesia, diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Persyaratan Tahap Pertama
a.       Mengajukan permohonan pendaftaran pesawat udara (Form KU-011 DGAC)
b.      Menyerahkan salinan surat ijin pengadaan pesawat/helicopter,
c.       Menyerahkan salinan bukti kepemilikan pesawat udara (missal : bill of sale, perjanjian jual beli, dll).
d.      Menyerahkan salinan surat serah terima (acceptance letter),
e.       Menyerahkan salinan surat pembatalan pendaftaran dari Negara asal bila pesawat tersebut sebelumnya telah didaftarkan atau surat pemberitahuan bahwa pesawat belum didaftarkan,
f.       Menyerahkan Airwortness Certificate fir Export,
g.      Menyerahkan rencana penempatan tanda pendaftaran di pesawat, rencana warna, hiasan dan ukuran-ukurannya,
h.       Menyerahkan ijin operasi (bagi operator baru),
i.        Pesawat telah memenuhi persyaratan import pesawat terbang.
2. Persyaratan Tahap Kedua
Persyaratan ini dipenuhi bila pesawat telah didaftarkan di Indonesia, yaitu :
a.       Menyerahkan salinan bebas bea cukai,
b.       Menyerahkan salinan Surat ijin penggunaan frekuensi radio (radio permit),
c.       Menyerahkan salinan bukti asuransi pesawat,
3. Special Permit untuk Sertifikat Pendaftaran
Special permit berlaku sebagai sertifikat pendaftaran sementara bila pemilik belum dapat menyerahkan persyaratan tahap kedua, tetapi telah memenuhi persyaratan tahap pertama dan telah dinyatakan lolos. Masa berlaku special permit adalah 2 bulan dan dapat diperpanjang bila pemilik belum juga dapat menyerahkan persyaratan tahap kedua.
4. Surat Tanda Pendaftaran Sementara
Surat tanda pendaftaran dapat diterbitkan sebagai pengganti special permit bila pemilik pesawat telah menyerahkan radio permit dan bukti asuransi namun belum menyerahkan bukti bebas bea cukai (dengan catatan tidak mendapatkan peringatan dari bea cukai). Surat tanda pendaftaran sementara ini berlaku 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 tahun kemudian.
   B.  PERUBAHAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN
1. Perubahan Pemilik atau Alamat Pemilik
Apabila terdapat perubahan pemilik pesawat udara, maka C of R dari pesawat tersebut dinyatakan batal dan pemilik lama pesawat harus menyerahkan kembali kepada Dirjen Perhubungan Udara dengan disertai pemberitahuan pergantian pemilik atau alamat dengan disertai nama pemilik dan alamat lengkap yang baru. Untuk keperluan pendaftaran pesawat udara, maka Dirjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan C of R bagi pesawat tersebut atas nama pemilik dan alamat yang baru.
2. Pesawat Tidak Dipergunakan Selamanya
Bila pesawat tidak akan dipergunakan lagi selamanya (misal hancur atau sebab lainnya), maka pemilik harus memberitahukan pembatalan dari penggunaan pesawat tersebut dan menyerahkan kembali C of R ke Dirjen Perhubungan Udara. Pesawat tersebut akan dihapus dari daftar pesawat udara sipil Indonesia.

3.      Penggantian Sertifikat Pendaftaran
Jika terjadi sertifikat pendaftaran hilang, rusak, sobek atau lainnya, maka Dirjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan kembali salinan (duplikat) Sertifikat Pendaftaran hingga masa berlaku sertifikat asli habis.
Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.
Ketentuan mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang.
Dalam Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan dan syarat dibawah ini :
  • Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;
  • Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya;
  • Dimiliki oleh instansi pemerintah;
  • Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah.
Secara khusus ketentuan mengenai pendaftaran pesawat terbang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pendaftaran pesawat terbang sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Selain tanda pendaftaran Indonesia , sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 UU Penerbangan, pesawat terbang dan helikopter yang akan dioperasikan di Indonesia wajib pula mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Tanda kebangsaan Indonesia dimaksud hanya akan diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Persyaratan dan tata cara memperoleh dan mencabut tanda kebangsaan Indonesia bagi pesawat terbang dan helikopter dan jenis-jenis tertentu dari pesawat terbang dan helikopter yang dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki tanda kebangsaan Indonesia, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Dengan diterapkannya pendaftaran terhadap Pesawat Terbang, maka memberikan sifat hak kebendaan yang kuat kepada pemilik dan hak itu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada. Dalam praktek, hal ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik, karena pemilik dapat mempertahankan haknya terhadap khalayak umum (publik).
Dengan demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :
a)      Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani Hipotek.
b)      Pembebanan Hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan.
c)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran hipotek pesawat udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
      C. TANDA KEBANGSAAN DAN TANDA PENDAFTARAN
Setiap pesawat udara harus diberi tanda pengenal (Identification Mark). Tanda pengenal tersebut terdiri dari tanda kebangsaan (Nationality Mark) dan tanda pendaftaran (Registration Mark). Penulisan dan penempatan nationality dan registration mark ini harus seijin Dirjen Pehubungan Udara dan tidak boleh diubah tanpa ijin. Penulisan tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran ini harus :
  1. Ditulis dengan huruf Roman capital, tidak ada hiasan (ornament) atau apapun yang dapat mempengaruhi pembacaan,
  2. Diberi warna yang kontras dan jelas dengan warna dasar pesawat,
  3. Dapat dan mudah terlihat,
  4. Dituliskan pada pesawat dengan cat tahan panas, atau dibubuhkan pada benda yang ditempelkan (removable material) bila :
    • Merupakan tanda kebangsaan dan pendaftaran sementara,
    • Pesawat akan dikirim ke luar negri yang mana akan diganti,
    • Untuk keperluan khusus.
Identitas merek
Tanda kebangsaan (Nationality Mark ) untuk Indonesia adalah PK, dan dilanjutkan dengan tiga huruf tanda pendaftaran (Registration Mark). Antara tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran dipisahkan dengan tanda hubung (hyphen). Tidak diperbolehkan menambahkan huruf atau tanda apapun sebelum dan sesudah huruf PK, kecuali untuk keperluan tanda pendaftaran.
Penempatan Tanda Kebangsaan dan Pendaftaran
1. Pesawat Fixed Wing aircraft
Tanda pengenal ditempatkan :
  1. Sekali di permukaan atas sayap kanan,
  2. Sekali di permukaan bawah sayap kiri,
  3. Pada masing-masing permukaan luar dari fuselage atau pada vertical tail surface.
2. Selain Fixed Wing Aircraft
a. Rotorcraft :
1)      Pada permukaan bawah fuselage, dengan bagian atas tulisan ada pada sebelah kiri,
2)      Pada masing-masing permukaan samping dari fuselage.
b. Airship :
Tanda pengenal ditempatkan pada daerah kiri dan kanan hull atau stabilizer sebelah luar.
c. Spherical Ballon :
Tanda pengenal harus diperagakan pada dua tempat yang bertentangan, ditempatkan pada dekat lingkaran balon paling besar.
d. Non- Spherical Ballon :
Tanda pengenal ditempatkan pada tiap sisi luar dari balon, ditempatkan pada daerah yang terbesar dari balon atau diatas tempat pengikat kabel-kabel keranjang.
3. Non Conventional Aircraft
Jika rancangan dari pesawat tidak wajar, sehingga ketentuan diatas tidak bias diperagakan, maka tanda pengenal diperagakan pada tempat yang disetujui oleh Dirjen Perhubungan Udara.

Ukuran Dari Tanda Pengenal
1. Umum
a.       Menggunakan huruf Roman (A B C…) atau angka (1 2 3…) tanpa ornamen atau hiasan apapun,
b.      Lebar dari huruf, termasuk tanda hubung adalah 2/3 dari tinggi huruf, kecuali huruf I dan angka 1,
c.       Huruf, angka dan tanda hubung dibuat dengan warna utuh (blok) dengan tebal huruf 1/6 dari tinggi,
d.      Tiap karakter mempunyai jarak minimal 11/4 dari lebar huruf atau tiap karakter dipisahkan minimal 1/6 dari tinggi huruf.
2. Fixed Wing Aircraft :
a.       Tinggi huruf pada wing tidak kurang dari 50 cm,
b.      Tinggi huruf pada fuselage atau vertical stabilizer tidak kurang dari 30 cm,
c.       Semua tulisan dituliskan pada jarak minimal 5 cm dari sisi tepi.
3. Rotorcraft :
a.       Tanda pengenal dituliskan sebesar mungkin tetapi tidak boleh melebihi struktur pada helikopter,
b.      Tinggi huruf pada wing tidak kurang dari 50 cm,
c.       Tinggi huruf pada fuselage atau vertical stabilizer tidak kurang dari 15 cm.
4. Airships and Ballons :
a.       Tinggi huruf minimal 50 cm.
5. Non-Conventional Aircraft :
Dituliskan dengan ukuran yang disetujui oleh Dirjen Perhubungan Udara. 
        Ukuran Tanda pengenal
Identification Plate
Dibuat dari logam tahan api (fireproof), ditempatkan di daerah yang mudah terlihat (biasanya dekat pintu masuk). Identification Plate berisikan informasi tentang operator, model pesawat, registration mark, serial number pesawat, dan nomor pendaftaran. Tulisan pada Identification Plate ini di grafir.
disclaimer: Peraturan tentang registration mark ada di CASR 45, silahkan merujuk pada dokumen terbaru dari Departemen Perhubungan yang mungkin lebih update

C.    SUMBER-SUMBER HUKUM PENERBANGAN DI INDONESIA
1.      Undang-undang dan peraturan-peraturan penerbangan yang nasional dalam arti dibuat oleh pembuat undang-undang nasional.(Undang-Undang No 15 Tahun 1992 dan Perubahan Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia.No. Km.26 tahun 2001, PP No 71 Tahun 1996 dan peraturan pelaksana lainnya seperti tentang kebandar  udaraan, keselamatan penerbangan lalu lintas udara, angkutan udara, tekhnik perawatan pesawat udara.dll  )
2.      Perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum udara dan hukum penerbangan tidak dapat kita abaikan juga di Indonesia. Misalnya ordonansi pengangkutan udara yang sebagaimana dikatakan diatas merupakan salah satu peraturan penerbangan yang terpenting adalah berdasarkan,kalau kita hendak dikatakanhampir merupakan turunan semata-mata dari pada perjanjian warsawa yaitu perjanjian yang lebih dikenal dengan nama warsa convenstion (Statuta Mahkamah Internasional Pasal 38. Perjanjian Internasional, Kebiasaan Internasional (International Costums), Prinsip-Prinsip Hukum Umum, Doktrin, Yurisprudensi, Dan Sumber Hukum Udara Internasional Terdiri Dari Perjanjian Multilateral, Perjanjian Bilateral, (Bilateral Air Transport Agreement) dll. )
3.      Sebagai sumber hukum penerbangan ketiga di Indonesia persetujuan-persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu organisasi internasional, dalam man tergabung sebagian besar dari pada pengangkutan-pengangkutan udara seluruh dunia ang besar-besar, maka IATA (International Air Transport Association) mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
4.       Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan. Telah menjadi suatu pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu sumber hukum. 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setiap negara memiliki wilayah kedaulatan sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga perairan dan wilayah udara. Secara rinci bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah dibawahnya, wilayah perairan, dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa.
Masalah yang mungkin timbul karena adanya penerbangan internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan negara-negara yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah. Dalam penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat akan melibatkan berbagai pihak, diantaranya negara pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International Civil Aviation). Dari kecelakaan tersebut maka timbul hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan kewenangan dan tanggung jawab negara-negara. Maka oleh karena itu maka dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi atau memberikan informasi.
B.     Saran
Pentingnya peraturan tentang penerbangan negara-negara di dunia melahirkan Konvensi-Konvensi Internasional tentang penerbangan sipil Internasional diantaranya Convention Relating to The Regulation of Air Navigation (Paris Convention 1919), Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944), Convention for The Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air 1929 (Warsawa Convention 1929) dan Convention on Damage Caused by Foreing Aircraff to third Parties on Surface (Roma Convention 1952), kami rasa pesawat itu perlu menerapkan ini semua demi maskapai yang damai, dan  nyaman.
Pemerintah seyogyanya memperhatikan permasalahan ini, karena kebutuhan akan penggunaan pesawat terbang dalam perkembangannya dewasa ini sudah bukan merupakan hal yang exclusive, namun sudah merupakan kebutuhan primer bagi mobilitas umat manusia, sehingga pembiayaan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha air traffic carrier sangat terbuka luas dan memberikan tantangan peluang usaha kedepan. Sehingga pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang tata cara pengikatan pesawat terbang dan helikopter.
Demikian pula untuk pelaku usaha perbankan di tanah air, agar segera  mendapatkan kepastian dalam mengakomodir tantangan dan peluang kedepan dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha air traffic carrier sehingga kedepan tidak ada hambatan regulasi untuk membiayai kredit jasa air traffic carrier tersebut.
LAMPIRAN CONTOH :
LAMPIRAN CONTOH :

DAFTAR PUSTAKA
BUKU_BUKU :
       Mieke Komar Kontaatmadja.1989.Hukum Udara Dan Angkasa. Remaja Karya.Bandung.
       Suherman. 1978 . Hukum Udara Indonesia  dan Internasional. Alumni Bandung.
       Junaidi Indrawadi, 2006. Hukum Internasional. Proyek Sitem Penyusunan Program        Pedoman Dan Penerbangan. Jakarta.

BLOGER WEB’s :
      International Civil Aviation Organization (ICAO) Hari Selasa 1 November 2011 ; Jam 20.33 WIB.
      IlmuTerbang. Com  Hari Rabu 2 November 2011; 19.12 Wib.

PERUNDANG_UNDANGAN :
      Undang-undang NO 1 Tahun 2009. Tentang Penerbangan.
      Undang –undang No 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
      Peraturan pemerintah No 3 tahun 2001.