KUNJUNGILAH !!!!

TERIMA KASIH Telah Mengunjungi Blog Ini


Minggu, 10 Maret 2013


SEJARAH PERKEMBANGAN HPI

HPI tumbuh dari persoalan-persoalan hukum yang timbul dalam masyarakat. Ia terus tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika masyarakat. Tulisan-tulisan para sarjana dan doktrin para ahli ikut memberi pengaruh dalam perkembangan hukum perdata internasional yang telah berlangsung berabad-abad.

1.     PADA MASA KERAJAAN ROMA (SAMPAI ABAD IV)
Pada masa Kerajaan Roma, pola hubungan internasional dalam wujudnya yang sederhana sudah mulai tampak dengan adanya hubungan-hubungan antara:
    1. Warga (cives) Romawi dengan orang-orang asing.
    2. Orang-orang asing atau orang-orang yang berhubungan dengan lebih dari satu daerah di dalam wilayah Roma sehingga ia dapat dianggap sebagai subjek dari beberapa yurisdiksi yang berbeda.
Pada akhir masa republik, kerajaan Roma terpecah-pecah menjadi kota-kota, dengan pemerintahan dan peradilan serta sistem hukumnya sendiri-sendiri. Keadaan seperti inilah yang sebetulnya memungkinkan timbulnya HPI. Setiap penduduk mempunyai ikatan pertalian dengan Roma sebagai kaula kerajaan atau dengan satu atau lebih kota-kota tersebut sebagai warga kota.. Kewargaan ditetapkan berdasarkan:
1.     origo (asal-usul)
2.     adopsi
3.     pembebasan budak
4.     dipilihnya seseorang untuk jabatan tertentu.

Jadi, seseorang mungkin menjadi warga dari beberapa kota pada waktu yang bersamaan. Umpamanya seseorang yang dilahirkan di kota A, kemudian diadopsi di kota B dan berdomisili di kota C. Akibatnya dalam keadaan demikian, orang itu akan dikuasai oleh beberapa sistem hukum pada waktu yang sama, karena ada aturan pokok yang menentukan bahwa seseorang dapat dituntut di muka hakim kota kewargaannya atau domisilinya. Keadaan demikian lalu menimbulkan masalah pilihan hukum, sistem hukum mana yang harus diterapkan? Maka dengan ini sebetulnya sudah timbul HPI.
Pada masa Roma berkembang asas-asas yang dilandasi ASAS TERRITORIAL yang dewasa ini dapat dianggap sebagai asas HPI yang penting, misalnya:
-                  Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs) yang menyatakan bahwa hukum yang diberlakukan    atas suatu benda adalah hukum dari benda terletak/berada.
-                  Asas Lex Loci Contractus yang menyatakan bahwa terhadap perjanjian-perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah-kaidah hukum dari tempat pembuatan perjanjian.
-                  Asas Lex Domicili yang menyatakan bahwa hukum yang mengatur hak serta kewajiban perorangan adalah hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.   

2. MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL (ABAD KE 6-10 MASEHI)
Pada akhir abad ke-6 kerajaan Roma ditaklukkan oleh bangsa Barbar. Bekas wilayah kekaisaran Romawi diduduki oleh pelbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa itu tetap memberlakukan hukum personal, hukum keluarga serta hukum agama (tribal laws atau systems of personal law)nya masing-masing di daerah yang didudukinya.
Dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut dua suku yang berbeda, biasanya ditentukan terlebih dahulu kaedah-kaedah hukum adat masing-masing suku untuk kemudian ditetapkan hukum mana yang akan diberlakukan.
Beberapa asas/prinsip HPI yang tumbuh pada masa itu yang sekarang dikenal dengan ASAS PERSONAL, yaitu: 
-        asas yang menetapkan bahwa: hukum yang berlaku dalam suatu perkara adalah Hukum personal dari pihak tergugat.
-        Asas yang menyatakan bahwa: kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang ditentukan oleh hukum personal orang tersebut atau kapasitas para pihak dalam suatu perjanjian harus ditentukan oleh hukum personal masing-masing pihak.
-        Asas yang menetapkan bahwa: masalah pewarisan diatur berdasarkan hukum personal dari si pewaris.
-        Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum personal dari sang suami.

3. PERTUMBUHAN PRINSIP TERRITORIAL (ABAD 11-12)
Di Eropa Utara
Peralihan dari struktur masyarakat genealogis ke masyarakat territorial tampak dari tumbuhnya unit-unit masyarakat yang feodalistis, khususnya di wilayah Inggris, Perancis dan Jerman. Tidak ada pengakuan terhadap hak-hak asing dan hak-hak yang dimiliki seseorang asing dapat begitu saja dicabut oleh penguasa. Dalam situasi seperti ini tidak ada perkembangan HPI yang berarti di kawasan ini.
Di Eropa Selatan
Dasar ikatan antar manusia adalah tempat tinggal yang sama. Keanekaragaman sistem-sistem hukum lokal ditambah dengan tingginya intensitas perdagangan antar kota seringkali menimbulkan problem tentang pengakuan terhadap hokum dan hak-hak asing di dalam wilayah suatu kota. Situasi ini mendorong tumbuhnya pemikiran tentang kaidah-kaidah yang dapat dianggap sebagai cikal bakal kaidah-kaidah HPI.

4. MASA PERKEMBANGAN TEORI STATUTA ITALIA (ABAD KE 13-15)
    Asas territorial membutuhkan peninjauan kembali khusunya di Italia dengan intensitas hubungan perdagangan antar kota yang semakin ramai. Kenyataan seperti ini mendorong para ahli hokum untuk mencari asas-asas hukum yang dianggap lebih adil dan wajar. Kelompok ahli hukum yang memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah hokum perselisihan dikenal dengan sebutan kaum Post Glossators.
   Usaha kelompok ini diarahkan untuk mencari dasar hukum baru untuk mengatur hubungan-hubungan hukum diantara para pihak yang tunduk pada dua sistem hukum yang berbeda. Ini adalah awal dari perkembangan TEORI STATUTA. Pada awal perkembangannya, yang dimaksud dengan Statuta adalah:
          Semua kaedah hokum lokal yang berlaku dan menjadi ciri khas suatu kota (di Italia) yang berbeda dari kaedah-kaedah hukum umum yang berlaku di seluruh Italia.   

Berdasarkan lingkup berlaku suatu statute, para ahli membedakan 3 jenis statute yaitu:
  1. Statute REALIA adalah statute yang berkenaan dengan benda dan hanya berlaku di dalam batas-batas territorial hukumnya sendiri, namun berlaku bagi setiap orang yang melakukan transaksi di dalam batas-batas wilayah itu.
  2. Statute PERSONALIA adalah statute yang berkenaan dengan orang dalam peristiwa-peristiwa hukum yang menyangkut pribadi dan keluarga. Kaidah-kaidah hukum yang dikategorikan ke dalam statute personalia hanya berlaku terhadap orang yang berkediaman tetap di wilayah penguasa yang memberlakukan statute itu.
  3. Statute MIXTA adalah kaidah-kaidah hukum yang lebih banyak berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum daripada suatu subjek hukum atau suatu benda. Statute mixta ini berlaku terhadap semua perbuatan atau peristiwa yang dilakukan atau terjadi di dalam wilayah penguasa. 

Berdasarkan teori statute itu kemudian dikembangkan metode berpikir HPI sebagai berikut:
-        Bila persoalan HPI yang dihadapi ternyata menyangkut persoalan status suatu benda, maka kedudukan hukum benda itu berdasarkan statute realia dari tempat dimana benda berada.
-        Bila persoalan HPI menyangkut status personal seseorang maka status personal orang itu harus diatur berdasarkan statute personalia dari tempat di mana orang tersebut berkediaman tetap (Lex Domicili).
-        Bila persoalan HPI yang dihadapi ternyata berkenaan dengan bentuk dan atau akibat dari suatu perbuatan hukum, maka perbuatan itu harus tunduk pada kaidah-kaidah mixta dari tempat dimana perbuatan hukum itu dilakukan.

5. TEORI STATUTA DI PRANCIS ( ABAD ke 16)  
     Negara Perancis memiliki system hokumnya masing-masing yang disebut Coutume (customs). Adanya keanekargaman Coutumes berdampak pada meningkatnya intensitas perdagangan antar propinsi sehingga konflik-konflik hukum antar propinsi semakin sering terjadi.

6. TEORI STATUTA DI NEGERI BELANDA (ABAD KE 17-18)
    Prinsip dasar yang digunakan oleh penganut teori statute di Belanda adalah Kedaulatan Ekslusif  Negara. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:
  1. Hukum dari suatu Negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di dalam batas-batas wilayah kedaulatannya.
  2. Semua orang, baik yang tetap atau sementara, berada di dalam wilayah suatu Negara yang berdaulat harus sebagai subjek hukum dari Negara itu dan terikat pada hukum Negara itu.
  3. Berdasarkan alasan sopan santun antar Negara, diakui pula bahwa setiap pemerintahan Negara yang berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah berlaku di Negara asalnya akan tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana.
Walaupun setiap bangsa bebas untuk menetapkan kaidah-kaidah HPI-nya sendiri, namun ia tidak dapat sepenuhnya bertindak bebas.
Johanes Voet beranggapan bahwa: pada dasarnya tidak ada Negara yang wajib menyatakan bahwa suatu kaidah hukum asing hanya berlaku di dalam yurisdiksinya. Hal ini disebut dengan Comitas Gentium.  


7. TEORI HPI UNIVERSAL (ABAD 19)
     Isi pemikiran Von Wachter adalah upaya untuk meninggalkan klasifikasi hukum ala teori statute dan memusatkan perhatiannya pada upaya penetapan hukum yang seharusnya terhadap hubungan hukum tertentu. Dengan tetap menggunakan hubungan hukum sebagai titik tolak, Von Savigny lebih bersikap universalistic dan melihat bahwa tugas utama hakim adalah menetapkan system hukum mana yang merupakan tempat kedudukan hubungan hukum itu sesuai dengan hakikatnya. Ajaran Savigny menjadi dasar dari seluruh system HPI Eropa Kontinental. Yang dilakukan di dalam system ini adalah menentukan system hukum dan bukan memilih aturan hukum substantive untuk memutus perkara. 




















                                                                   Referensi yang diambil yaitu :

Buku - buku  Hubungan Internasional  

Keterangan dari dosen HI : Ibu Widia Edorita, SH.,MH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar